Senin, 07 Juni 2010

Prestasi anak didik


Kecil-kecil Cabe Rawit
Berprestasi Berkat Kerja Keras
Dewi, itulah nama bekennya di SMA TAQOER. Sekarang dia berada di kelas XI IPS 1, remaja berusia 17 tahun ini tidak bisa dianggap remeh dalam seni kaligrafi. Gadis mungil ini sudah berkali-kali menjuarai Lomba Seni Kaligrafi mulai tingkat Kecamatan sampai Tingkat Nasional, yang saat ini berdomisili di PPTQ AL-Asy’ariyyah . Baru-baru ini dewi meraih peringkat dua Kaligrafi Mushaf Tingkat Profinsi Jawa Tengah mewakili SMA TAQOER, jangan salah gadis ini juga pernah menjuari Peringkat Pertama POSPEDA Jambi dan juga Sepuluh Besar POSPENAS. Kepada Tim Eksis, gadis imut yang bernama lengkap Dewi Latifah ini mengaku menggeluti Seni Islam sejak dirinya merantau ke Ponpes As’ad Jambi. Dari penuturannya, kemahiran yang dia miliki itu bukan di dapat dari faktor keturunan, but kerja kerasnya selama nyantri di Ponpes As’ad. Setiap harinya dia harus menyerahkan tiga kaligrafi kepada gurunya. Tidak hana berhenti disitu saja, bakatnya mulai tambah nyata dan berkembang setelah dia sekolah di SMA Takhassus Al-Qur’an Kalibeber yang kebetulan ada pelajaran seni Kaligrafi dalam mapel MULOK di bawah bimbingan guru idolanya, Bp. Agus Prasetyo, S.Pd.I. Dewi punya prinsip dan sekaligus tips nich buat Sobat Eksis , “ Tiada hari tanpa Menulis,dan Jangan Takut untuk menulis, karena tulisan yang ditulis dengan penuh perasaan, akan menjadi begitu indah ! ”. So, apapun inspirasimu jangan takut untuk menuangkannya ok!

Jumat, 04 Juni 2010

MUTIARA HIKMAH KALIGRAFI

MUTIARA HIKMAH KALIGRAFI
Written by Drs H Didin Sirojuddin AR, M.Ag on Selasa, 25 November 2008 at 01:06
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena.
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
QS Al-‘Alaq/96: 1-5

“Nun. Demi pena dan apa yang mereka tulis.”
(QS Al-Qalam/68: 1)

Katakanlah: “Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).”
(QS Al-Kahf/18: 109)

“Seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”
(QS Luqman/31: 27)

“Allah telah menciptakan nun, yakni dawat (tinta).”
(HR Abu Hatim dari Abu Hurairah)

Setelah Allah menciptakan nun, yakni dawat (tinta) dan telah menciptakan pula kalam pena), lantas Dia bertitah: “Tulislah!” Jawab kalam: “Apa yang hamba tulis?” Jawab Allah: “Tulislah semua yang ada sampai hari kiamat.”
(HR Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas)

Yang mula-mula diciptakan Allah ialah kalam, lalu diperintahkan Allah supaya dia menulis. Maka bertanyalah dia kepada Tuhan: “Apa yang mesti hamba tuliskan, ya Rabbi?” Allah menjawab: “Tulislah segala apa yang telah Aku takdirkan sampai akhir zaman.”
(HR Imam Ahmad bin Hanbal dari A-Walid bin Ubbadah bin Samit)

“Ikatlah ilmu dengan tulisan! Ilmu itu adalah buruan, tulisan adalah talinya”
(HR Tabrani dalam Al-Kabir)

“Ilmu adalah buruan, tulisan adalah talinya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kukuh!”
Imam Syafi’i)

Kepada orang yang mengeluhkan kesulitan hapalannya, Rasulullah SAW menasihatkan:
“Bantulah dengan tangan kananmu untuk memperkuat hapalanmu.”
HR Turmuzi)

“Khat yang indah menambah kebenaran semakin nyata.”
(HR Dailami dalam Musnad al-Firdaus)

“Di antara kewajiban orangtua atas anaknya adalah: mengajarinya menulis,
memperbagus namanya, dan mengawinkannya apabila telah dewasa.”
(HR Ibnu Najjar)

Kepada sekretarisnya Rasulullah SAW menyarankan:
“Apabila engkau menulis, taruhlah pulpenmu di telingamu, karena cara itu memberimu konsentrasi penuh.”
(HR Ibnu Asakir di dalam Tarikhnya)

Kepada sekretarisnya, Muawiyah ra, Rasulullah SAW menyarankan: “Tuangkan tinta, raut-miringkan pena, tepatkan posisi ba’, renggangkan sin, jangan sumbat mim, indahkanlah Allah,
panjangkan Ar-Rahman, dan baguskan Ar-Rahim.”
(HR Al-Qadi Iyad dari Ibnu Abi Sufyan dalam Al-Syifa’)

Kepada Abdullah Rasulullah SAW mengingatkan: “Wahai Abdullah, renggangkan jarak spasi, susunlah huruf dalam komposisi, peliharalah proporsi bentuk-bentuknya, dan berilah setiap huruf hak-haknya.”
(Al-Hadis)

“Barangsiapa meninggal dunia, sedangkan warisannya adalah catatan dan tinta, ia niscaya masuk surga.”
(HR Dailami dalam Irsyad al-Qulub)

“Barangsiapa meraut pena untuk menulis ilmu, maka Allah akan memberinya pohon di syurga
yang lebih baik daripada dunia berikut seluruh isinya.”
(Al-Hadis)

“Khat /kaligrafi adalah tulisan huruf Arab tunggal atau bersusun yang berpedoman kepada keindahan sesuai dengan sumber-sumber dan peraturan-peraturan seni yang telah diletakkan dasar-dasarnya
oleh para tokoh di bidangnya.”
(Muhammad Tahir al-Kurdi al-Makki dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

“Kaligrafi adalah tradisi yang diperindah gerakan jemari dengan pena
berdasarkan kaedah-kaedah khusus.”
(Muhammad Tahir al-Kurdi al-Makki dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

“Khat/kaligrafi adalah ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya, dan tatacara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun. Atau apa-apa yang ditulis di atas garis, bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis,
serta menggubah ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara menggubahnya.”
(Syeikh Syamsuddin al-Akfani dalam Irsyad al-Qasid bab “Hasyr al-Ulum”)

“Kaligrafi itu tersirat dalam pengajaran guru, tegak profesionalnya tergantung banyak latihan, dan kelanggengannya pada pengamalan agama Islam.”
(Ali bin Abi Talib)

“Keindahan kaligrafi tersembunyi dalam pengajaran guru, tegak profesionalnya tergantung banyak latihan
dan menyusun komposisi, dan kelanggengannya bagi seorang muslim adalah dengan
meninggalkan segala larangan dan menjaga salat, padahal asal-usulnya hanyalah
mengetahui huruf tunggal dan huruf sambung.”
(Ali bin Abi Talib)

“Kaligrafi adalah arsitektur spiritual walaupun lahir dengan perabot kebendaan.”
(Euclides)

“Kaligrafi adalah ilmu ukur spiritual yang diekspresikan melalui peralatan material. Apabila engkau perbagus penamu, berarti kau perbagus kaligrafimu; namun apabila engkau abaikan penamu,
berarti telah kau abaikan kaligrafimu.”
(Aminuddin Yaqut al-Musta’simi dari Bani Abbas)

“Tulisan adalah lidahnya tangan, karena dengan tulisan itulah tangan berbicara.”
(Ubaidullah bin Abbas)

“Kaligrafi itu lembut seperti awan yang berarak-arakan dan gagah seperti naga yang sedang marah.”
(Wang Hsichih)

“Kaligrafi adalah pengikat akal pikiran.”
(Plato)

“Kaligrafi itu adalah akar dalam ruh walaupun lahir melalui peralatan materi.”
(Al-Nazzam)

“Pena bagi seorang penulis bagaikan pedang bagi seorang pemberani.”
(Ibnu Hammad)

“Akal manusia utama berada di ujung penanya.”
(Garar al-Hikam)

“Kalau bukan karena pena, dunia tidak akan berdiri, kerajaan tidak akan tegak.”
(Iskandar Zulkarnain dari Macedonia)

“Kaligrafi adalah lukisan dan bentuk harfiyah yang menunjukkan kepada kalimat yang didengar
yang mengisyaratkan apa yang ada di dalam jiwa.”
(Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah)

“Persoalan agama dan dunia berada di bawah dua hal: pena dan pedang. Pedang berada di bawah pena.”
(Raja-raja Yunani dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

“Apabila, suatu hari, para pahlawan pemberani bersumpah
Dengan pedang mereka sambil menghunuskannya:
Demi keagungan, demi kemuliaan.
Cukuplah pena penulis sebagai kemuliaan dan ketinggian sepanjang abad,
Sebagaimana Allah pernah bersumpah: demi kalam!”
(Abu al-Fath al-Busti dalam Seni Kaligrafi Islam)

“Kaligrafi adalah produk kebudayaan yang menguat dengan kekuatan kebudayaan
dan melemah dengan lemahnya kebudayaan.”
(Abdul Fattah Ubbadah dalam Intisyar al-Khat al-‘Arabi fil ‘Alam al-Syarqi wal ‘Alam al-Gharbi)

“Apabila kata-kata merupakan makna yang bergerak, sebaliknya tulisan adalah makna yang bisu.
Namun, kendatipun bisu, ia melakukan perbuatan bergerak karena isinya yang mengantarkan penikmatnya kepada pemahaman.”
(D. Sirojuddin AR dalam Seni Kaligrafi Islam)

“Alquran adalah yang pertama kali mengangkat mercusuar kaligrafi Arab.”
(Abdul Fattah Ubbadah dalam Intisyar al-Khat al-‘Arabi fil ‘Alam al-Syarqi wal ‘Alam al-Gharbi)

“Alat kata-kata adalah lidah, sedangkan alat tulisan adalah pena atau kalam. Keduanya berbuat untuk kepentingan satu sama lain guna mengekspresikan makna-makna final.”
(D. Sirojuddin AR dalam Seni Kaligrafi Islam)

“Satu gaya kaligrafi sudah ditentukan secara ketat aturan-aturannya. Keserasian antar huruf, merangkai, komposisi, sentakan, bahkan jarak spasi mesti diukur dengan serasi. Jika tidak, hasilnya ngawur.”
(Prof. H.M. Salim Fachry, nasihat kepada muridnya, D. Sirojuddin AR)

“Khusus bagi para pelukis yang kurang mengenal tulisan Arab dihimbau agar hendaknya meneliti lebih cermat khususnya ayat-ayat Alquran, juga teks-teks Arab lainnya sebelum digalok dengan lukisan mereka. Dengan demikian, tidak akan terjadi salah tulis atau kekeliruan imla’”
(K.H.M. Abd. Razaq Muhili ,nasihat kepada muridnya, D. Sirojuddin AR)

“Tulisan jelek, jika diikuti oleh kaedah imla’iyah yang betul masih bisa dimaafkan. Sebaliknya, jika kekeliruan terletak pada kaedah imla’iyah, maka itu barulah benar-benar suatu kesalahan. Bahayanya, jika itu terjadi pada penulisan ayat-ayat Alquran, sebab akan menyimpang dari arti yang sesungguhnya.”
(K.H.M. Abd. Razaq Muhili, nasihat kepada muridnya, D. Sirojuddin AR)

“Kaligrafi dianggap benar apabila memiliki lima prinsip disain, yaitu: taufiyah (selaras), itmam (tuntas, unity), ikmal (sempurna, perfect), isyba’ (paralel, proporsi), dan irsal (lancar, berirama).”
(Ibnu Muqlah dalam Subhul A’sya)

“Tata letak yang baik (husnul wad’i) kaligrafi menghendaki kepada perbaikan empat hal, yaitu: tarsif (formasi teratur seimbang, balance), ta’lif (tersusun, arranged), tastir (selaras, beres, regular), dan tansil (maksudnya bagaikan pedang atau lembing saking indahnya, excellent).”
(Ibnu Muqlah dalam Subhul A’sya)

“Seperempat tulisan ada pada hitam tintanya,
Seperempat: indahnya hasil cipta penulisnya.
Seperempat datang dari kalam,
Engkau serasikan potongannya.
Dan pada kertas-kertas,
Muncul nilai keempat.”
(Senandung Putaran Empat Perempat dalam Belajar Kaligrafi: Terampil Melukis Jld. 7)

“Hendaknya kamu belajar kaligrafi yang bagus, karena dia termasuk kunci-kunci rezeki.”
(Ali bin Abi Talib)

“Pelajarilah kaligrafi yang betul,
Wahai orang yang memiliki akal budi,
Karena kaligrafi itu tiada lain
Dari hiasan orang yang berbudi pekerti.
Jika engkau punya uang,
Maka kaligrafimu adalah hiasan.
Tapi jika kamu butuh uang,
Kaligrafimu, sebaik-baik sumber usaha.”
(Al-Hafizh Usman dari Turki Usmani)

“Kaligrafi adalah harta simpanan si fakir dan hiasan Sang Pangeran.
Betapa kerap kaligrafi benar-benar menambah kejelasan dengan kekuatan mengelokkan tinta.”
(Syair Arab dalam Disain Pelajaran Kursus Kaligrafi I)

“Kaligrafi akhirnya jadi lapangan bisnis yang luas dan mendapat tempat yang istimewa yang belum pernah dicapai sebelumnya, baik di kalangan periklanan, informatika, maupun brosur-brosur niaga
dan lembaga-lembaga non profit yang menyebar dengan aneka warna.”
(Kamil al-Baba dari Libanon dalam Ruh al-Khat al-‘Arabi)

“Muliakanlah anak-anakmu dengan belajar menulis, karena tulisan adalah perkara paling penting
dan hiburan paling agung.”
(Ali bin Abi Talib)

“Seorang kaligrafer jenius melihat pada apa-apa yang tidak kelihatan oleh para kaligrafer biasa.”
(Kamil al-Baba dari Libanon dalam Ruh al-Khat al-‘Arabi)

“Kaligrafi, dia adalah lukisan huruf, posisinya tidak pernah mandek, bahkan terus berkembang menyusuri waktu. Maka, kita sekarang tidak lagi menulis khat Kufi primitif yang ditulis orang Arab dulu-dulu.
Kita telah terbiasa dengan tulisan yang telah banyak berkembang melintasi
masa-masa Islam yang saling berganti.”
(Kamil al-Baba dari Libanon dalam Ruh al-Khat al-‘Arabi)

“Saya tidak mau menghambat dinamika atau dynamic dari kaligrafi, form of kaligrafi itu. Tetapi saya bisa bebas dengan hanya menggambar karakter huruf itu saja, ada yang melengkung, ada yang tegak, ada yang ke kiri, ada yang ke kanan, dengan titik, dengan lengkungan-lengkungan yang sangat ekspresif.”
(A.D. Pirous dalam A.D. Pirous: Vision, Faith and Journey in Indonesian Art, 1955-2002)

“Dengan mengambil tulisan Arab itu, sudah dibawa kita kepada ikon tertentu, dunia tertentu,
yaitu spiritual, meditatif, kontemplatif….”
(A.D. Pirous dalam A.D. Pirous: Vision, Faith and Journey in Indonesian Art, 1955-2002)

“Huruf bagi saya adalah materia hidup yang saya olah sekehendak saya kapan saya mau.”
(Naja al-Mahdawi dari Tunisia dalam Fikrun wa Fannun)

“Semua huruf, bila engkau perhatikan,
Maka bagian-bagiannya tersusun dari noktah.
Bentuk seluruh huruf terambil
Dari satu bentuk alif yang dibolak-balik.
Sehingga engkau lihat bangunannya
Memiliki rumus-rumus yang menyeluruh.
Maka, pandanglah dengan mata hati
Supaya engkau memperoleh pelajaran.”
(Syair Arab dalam Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru)

“Melukis bagi saya adalah hiburan. Apalagi saat huruf-huruf Alquran itu senyawa dengan cat, terasa ada nilai plus dan kenikmatan luarbiasa. Lebih nikmat daripada sekedar curat-coret dengan tinta cina hitam di atas kertas putih. Saya sadar, seorang khattat harus juga seorang pelukis. Harus….”
(D. Sirojuddin AR dalam Belajar Kaligrafi: Terampil Melukis, Jld. 7)

“Sesungguhnya aku melukis kaligrafi dan tidak menulisnya.”
(Muhammad Sa’ad Haddad dari Mesir dalam Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam)

“So, I sacrified myself, saya batasi ekspresi-ekspresi bebas saya itu, tapi saya kembalikan kepada nilai-nilai yang saya bisa gali secara lebih banyak dan secara lebih berbobot dari Alquran itu sendiri…. Saya menanam ke dalam lukisan-lukisan suatu konsep berfikir atau suatu nilai-nilai lain yang filosofis, yang membuat orang itu bisa lebih menikmatinya. Aesthetic pleasure dan ethical pleasure together.”
(A.D. Pirous dalam A.D. Pirous: Vision, Faith and Journey in Indonesian Art, 1955-2002)

“Tampilan kaligrafi harus hidup dan bergerak, sebagaimana sebagian huruf ingin saling rangkul atau bebas ketika sedang berpegangan atau saling sokong satu sama lain. Apabila bentuknya miskin dari sifat dinamis tersebut, menjadilah ia kering dan membosankan mata. Sebaliknya, engkau pasti ingin melihat yang bentuknya menyenangkan, sangat elok, atau memberi kesan penuh khayal.”
(Hassan Massoudy dari Perancis dalam Hassan Massoudy Calligraphe)

“Sebuah lukisan akan memiliki nilai plus dengan penyusupan unsur kaligrafi ke dalamnya. Jika temanya ayat-ayat Alquran, maka nilai plus itu akan terasa semakin agung, karena memancarkan pesan-pesan suci yang dalam yang dapat dijadikan bahan renungan, baik oleh pelukis maupun orang lain yang jadi peminatnya.”
(D. Sirojuddin AR dalam Belajar Kaligrafi: Terampil Melukis, Jld. 7)

“Keindahan kaligrafi adalah anugerah Allah dan setiap kaligrafer telah mendapatkan bagiannya masing-masing berdasarkan pembagian Allah. Maka, tidak boleh saling bertarung dengan karya orang lain atau mengejek akibat salah paham, karena itu semua adalah bagiannya yang diterimanya dari Allah.”
(Sayid Abdul Kadir Abdullah bergelar Haji Zaid dari Mesir dalam Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam)

“Aku melihat bahwa manusia tidak menggores suatu tulisan di suatu hari, kecuali besoknya berkata: Kalau ini dirubah tentu lebih baik, kalau ditambah ini dan itu pasti lebih bagus lagi, kalau ini yang didahulukan mungkin lebih afdal, bila ini ditinggalkan pasti lebih indah. Ini ungkapan paling sering,
dan hanya menunjukkan rasa kekurangan pada kebanyakan manusia.”
(Al-Imad al-Asfahani dalam Tarikh al-Khat al’Arabi wa A’lam al-Khattatin)

“Prestasi seni rupa Muslim yang sukses luarbiasa, terbesar dan paling akrab dengan jiwa kaum Muslim adalah kaligrafi (seni menulis indah). Kaum Muslimin memilih kaligrafi sebagai media utama pernyataan rasa keindahannya karena tak ada bentuk seni lainnya yang mengandung abstraksi yang demikian lengkap dan mutlak.”
(Isytiaq Husain Quresyi dalam Seni di dalam Peradaban Islam)

“Kaligrafi adalah kebun raya ilmu pengetahuan.”
(Abu Dulaf al-‘Ajli dalam Tarikh al-Khat al’Arabi wa A’lam al-Khattatin)

“Kaligrafi adalah seni suci, karena dengan kaligrafi inilah Alquran, wahyu Allah diteruskan kepada manusia…. Kaligrafi Arab juga mempunyai makna estetis ikonographis dalam seni peradaban Islam.”
(M. Abdul Jabbar Beg dalam Seni di dalam Peradaban Islam)

“Pena adalah kendaraan kecerdikan. Dengan tangis pena, buku-buku tersenyum.”
(Al-Utabi dalam Tarikh al-Khat al’Arabi wa A’lam al-Khattatin)

“Tetesan airmata seorang gadis cantik di pipinya tidaklah lebih indah daripada tetesan tinta di pipi buku.”
(Ahmad bin Yusuf dalam Tarikh al-Khat al’Arabi wa A’lam al-Khattatin)

“Jangan kalian sangka bahwa keindahan kaligrafi membahagiakan saya,
Tidak pula kedermawanan kedua telapak tangan Si Hatim Al-Tha’i.
Saya hanya membutuhkan satu hal,
Yaitu untuk memindahkan noktah huruf kha’ kepada tha’.”
(Syair Arab dalam Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam)
Khat=tulisan, hazh=penghasilan

“Wahai para penulis, berlomba-lombalah dalam memperindah aspek-aspek sastra, pahamilah agama, mulailah dengan mempelajari ilmu kitab Allah lalu bahasa Arab, karena ia menjadi pemanis bahasamu, kemudian perbaikilah tulisanmu karena ia sebagai penghias kitab-kitabmu, riwayatkanlah syair-syair, kenalilah keunikan dan makna-maknanya, kenalilah hari-hari orang Arab dan non Arab, kejadian-kejadian dan perjalanan hidup mereka karena yang demikian akan mendukung tercapainya cita-citamu.”
(Abu Hamid al-Katib, wasiat kepada orang-orang seprofesinya dalam Al-Balaghah al-Wadihah)

“Di dalam kebenaran ada kebaikan dan keindahan, di dalam keindahan ada kebenaran dan kebaikan.”
(Dany Huisman dalam ‘Ilm al-Jamal)

“Alquran turun bukan berdasarkan huruf, tapi bunyi. Sedangkan huruf-hurufnya datang dan dimodifikasi setelah Alquran turun. Dan huruf itu mengikuti pola-pola bunyi, bukan bunyi mengikuti huruf. Maka, huruf berhak untuk diubah-ubah, sementara bunyi Alquran tidak bisa diubah-ubah. Sekiranya mazhab-mazhab kaligrafi itu bertambah subur, maka itulah kondisi yang lebih bagus.”
(D. Sirojuddin AR dalam Jurnal Islam 2001)

“Kaligrafi, agaknya, sangat mudah membias pada seluruh karya seni bahkan segala perabotan yang serba Islami. Dan, anak-anak muda seperti sangat ‘keranjingan’ terhadap kegiatan yang serba kaligrafi.”
(D. Sirojuddin AR dalam Seni Kaligrafi Islam)

“Karena tulisan itu mempunyai dua aspek: aspek komunikatif dan aspek ekspresif…. Kedua aspek ini dalam sebuah lukisan saya menjadi satu dan tidak bisa dipisahkan…. Keduanya simultan lahir di dalam kanvas dan saling mendukung secara struktur.”
(A.D. Pirous dalam A.D. Pirous: Vision, Faith and Journey in Indonesian Art, 1955-2002)

“Penjelasan di lidah, kaligrafi di penjelasan. Kaligrafi adalah salahsatu dari dua lidah, keindahannya adalah salahsatu dari dua kefasihan. Sungguh mengagumkan: pena minum kegelapan dan melafalkan cahaya.”
(Abdul Hamid al-Katib dalam Al-Balaghah al-Wadihah)

“Kaligrafi adalah lidahnya tangan, kecantikan rasa, duta akal, penasihat pikiran, senjata pengetahuan, penjinak saudara dalam pertikaian, kawan bicara jarak jauh, penyimpan rahasia, dan gudang rupa-rupa permasalahan.”
(Ibrahim bin Muhammad al-Syaibani dalam Tarikh al-Khat al’Arabi wa A’lam al-Khattatin)

“Seorang penulis kaligrafi membutuhkan atribut, di antaranya adalah bagusnya rautan kalam, pemanjangan ruasnya, tingkat kemiringan potongannya; kepiawaiannya menggoyang jemari, menorehkan tinta menurut kadar kelebaran huruf, menjaganya dari kekosongan tinta, penutulan tanda baca pada khat serta peneraan noktah untuk teks, sampai keserasian goresan dan manisnya penggalan sub-sub.”
(Al-Hasan bin Wahab dalam Falsafatu al-Fann ‘inda al-Tauhidi)

“Agama Islam melarang untuk merepresentasikan wajah Allah atau Nabi Muhammad dan tubuh manusia dalam beberapa situasi. Karena itu, kaligrafi menjadi elemen dekorasi paling dasar
di masjid dan seluruh monumen yang lain.”
(Georges Jean dalam Writing The Story of Alphabets and Scripts)

“Seorang kaligrafer sebaiknya mengerti bahasa Arab. Pemahaman bahasa Arab itu menjadi lebih penting, karena hampir semua kaligrafer, dengan sendirinya, akan berhubungan dengan Alquran.
Salah titik saja, bisa berakibat fatal.”
(D. Sirojuddin AR dalam Republika 1995)

“Tidak hanya menggoreskan pena atau mencampur warna, saya juga telah menganggap khat sebagai ilmu pengetahuan yang harus ditekuni dengan sepenuh hati dan akal. Ternyata, yang saya temukan hanyalah pertanda bahwa ilmu Allah itu memang tidak pernah kering.”
(D. Sirojuddin AR dalam Panji Masyarakat 1999)

“Gagasan untuk menggoreskan pena atau kuas seakan-akan tidak habis-habisnya. Terus-menerus terbuka kemungkinan baru untuk berekspresi. Huruf-huruf Arab seakan menjadi materi hidup
yang sangat plastis dan acapkali di luar perhitungan.
Di depan kanvas, saya seolah-olah berada di tengah padang yang tak bertepi.”
(Didin Sirojuddin AR dalam Panji Masyarakat 1999)

“Kaligrafi kekal sepanjang masa setelah kepergian penulisnya,
meskipun penulis kaligrafi terpendam di bawah tanah.”
(Al-Hafizh Usman dari Turki Usmani dalam Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam)

“Telah pupus raja kaligrafi,
Pena-pena melipatkan benderanya karena duka atas kepergiannya.
Dan melipatgandakan keluh tempat berpijak,
Setelah kemegahan lama tergenggam di tangannya.
Karena itu telah kukatakan di dalam tarikhnya:
Zuhdi telah meninggal, semoga rahmat Allah atasnya.”
(Syair atas kepulangan al-khattat Abdullah Zuhdi dari Turki Usmani dalam Al-Wasit fil Adab al-‘Arabi wa Tarikhikhi)

“Pabila setengahmu hapus nyawa nangislah sisanya,
Sebab satu sama lain akrab senantiasa.
Bukan ku ‘lah muak hidup di dunia
Tapi, kepalang kudipercaya sumpah mereka
Maka, cerailah tangan kananku tercinta.
Kujual kepada mereka agamaku dengan duniaku,
Namun mereka halau aku dari dunia mereka
Sesudah mereka gasak agamaku.
Kugoreskan kalam sekuat tenagaku ‘tuk melindungi nafas-nafas mereka.
Duhai malangnya…. bukannya mereka melindungiku!
Tiada ni’mat dalam hidup ini
Sesudah senjata kananku pergi tiada arti.
Duh hayatku nan malang tangan kananku telah hilang.
Hilanglah, segala arti tergusur hilang.”
(Ibnu Muqlah sesudah tangan kanannya dipotong karena fitnah dalam Al-Wasit fil Adab al-‘Arabi wa Tarikhikhi)

“Dengan bisa membaca dan bisa menulis itu, sebenarnya manusia tidak boleh bodoh. Manusia itu harus bisa mengembangkan pengetahuan. Harus mempergunakan otaknya…. harus mempergunakan akalnya supaya selalu memperbaiki keadaan. Meningkatkan (kualitas) nilai yang ada dalam kehidupan ini.”
(A.D. Pirous dalam A.D. Pirous: Vision, Faith and Journey in Indonesian Art, 1955-2002)

“Kaligrafi secara umum memiliki tiga sifat yang berturut-turut tergantung kepentingannya, yaitu: jelas bacaannya, mudah menuliskannya, dan indah tampilannya.”
(Habibullah Fada’ili dari Syria dalam Atlas al-Khat wal Khutut)

“Kaligrafi termasuk unsur rupaka dilihat dari watak-wataknya secara umum yang menentukan kesanggupannya mengekspresikan gerak dan akumulasi. Gerak di sini adalah gerak-gerak tarian orisinal secara bebas. Sedangkan akumulasi atau penyusunan huruf sebagai unsur ornamen tergambar dalam tipe-tipe menukik, memutar, bergerak berkeliling secara bebas, dan menyentak.”
(Fauzi Salim Afifi dari Mesir dalam Silsilatu Ta’lim al Khat al-‘Arabi: Dalil al-Mu’allim)

“Di antara kesempurnaan tulisan adalah saat penulis membebaskan tempat-tempat
yang dapat menimbulkan kekeliruan dalam membaca.”
(Fauzi Salim Afifi dari Mesir dalam Silsilatu Ta’lim al Khat al-‘Arabi: Dalil al-Mu’allim)

“Setiap kali aku menggores sebuah baris, hilanglah satu baris dari umurku.”
(Sayid Ibrahim dari Mesir dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa A’lam al-Khattatin)

“Tangan kaligrafer menuntunnya ke surga karena menulis ayat-ayat Alquran.”
(Mus’ad Mustafa Khudir al-Bursaid dari Mesir dalam Koleksi Karya Master kaligrafi Islam)

“Seorang khattat, ketika pikirannya sedang kosong saat berkarya, ia mengembalikan pandangan kepada tulisannya secara bebas, hingga dapat melihatnya dengan gambaran yang bukan gambaran sebelumnya dan mampu menilai sendiri tulisan dan dirinya.”
(Fauzi Salim Afifi dari Mesir dalam Silsilatu Ta’lim al Khat al-‘Arabi: Dalil al-Mu’allim)

“Kehadiran sanggar-sanggar dan aktivitas kaligrafi yang tambah semarak menuntut kehadiran para guru dan pembina kaligrafi yang profesional. Guru atau pembina yang ‘sekedar bisa’ atau ‘asal tahu’, untuk saat ini, sudah tidak memenuhi syarat lagi karena akan terseret-seret oleh anak-anak muda
yang terus bergerak maju.”
(D. Sirojuddin AR dalam Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru)

“Kaligrafi Arab merupakan jenis tulisan yang elastis, tampil dengan bentuk keindahan yang sensitif. Seperti dalam kaligrafi Cina, seorang kaligrafer dalam seni khat memiliki daya sensitivitas yang tinggi di samping kepandaian teknik menulis. Maka, nilai pribadi seniman tampak pada setiap jenis karya seni khat yang menjadi sumber pertumbuhan dari gaya dalam kaligrafi Arab.”
(Wiyoso Yudoseputro dalam Pengantar Seni Rupa Islam di Indonesia)

“Haruslah lahir nuansa-nuansa baru yang memperkuat penciptaan yang lebih menyeluruh, sehingga kelenturan kaligrafi dapat dibuktikan dalam kemungkinan-kemungkinan mengolah dari visi-visinya yang pusparagam. Arus perkembangan ini akan bergerak terus tanpa bisa dibendung.”
(D. Sirojuddin AR dalam Dinamika Kaligrafi Islam)

“Yang pertamakali menerakan Basmalah di awal tulisannya adalah Nabi Sulaiman as. Orang-orang Arab sendiri dalam pembuka kitab-kitabnya mengucapkan Bismika Allahumma hingga turun ayat dalam surat Hud Bismillahi majreha wa mursaha, maka Rasulullah SAW pun menuliskannya sampai turun ayat Qul ud’ullaha awid’ur Rahmana… dalam surat Al-Isra’ atau Bani Isra’il. Setelah itu, turunlah ayat Innahu min Sulaimana wa innahu Bismillahir Rahmanir Rahim yang selanjutnya menjadi amalan yang disunnahkan.”
(Naji Zainuddin dari Irak dalam Musawwar al-Khat al-‘Arabi)

“Seni iluminasi adalah jembatan antara seni kaligrafi dan seni lukis. Walaupun berhubungan dengan kaligrafi, seni lukis (di dunia Islam) dianggap seni yang lamban dan kedudukan pelukis tidaklah
seranking dengan kaligrafer.”
(Philip Bamborough dalam Treasure of Islam)

“Kaligrafi itu seperti lukisan atau musik yang menuntut kesiapan khusus yang tidak bisa diterima oleh
semua orang. Di antara seribu kaligrafer Turki, paling-paling bisa kita sebut sepuluh orang
yang memiliki keunggulan dalam keindahan kaligrafinya.”
(Celal Esad Arseven dalam Al-Lauhat al-Khattiyah fi al-Fan al-Islami)

“Kaligrafi disebut bagus apabila bentuk-bentuk hurufnya indah, dan disebut buruk
apabila bentuk-bentuk hurufnya jelek.”
(Naji Zainuddin dari Irak dalam Musawwar al-Khat al-‘Arabi)

“Keindahan kaligrafi Arab lebih banyak berbicara pada hiasan arsitektur. Kemegahan masjid-masjid besar di negara-negara Islam tidak hanya terletak pada konsep disain arsitekturnya,
tetapi juga pada nilai dekoratifnya.”
(Wiyoso Yudoseputro dalam Pengantar Seni Rupa Islam di Indonesia)

“Kita dapat memastikan, bahwa membentuk seorang kaligrafer lebih sulit daripada membentuk seorang pelukis. Meskipun pelukis telah mencapai tingkat kemampuan, ia takkan sanggup meniru sebuah karya kaligrafi yang indah apabila belum menguasai kaedah penulisan khat yang benar.”
(Celal Esad Arseven dalam Al-Lauhat al-Khattiyah fi al-Fan al-Islami)

“Bagusnya rautan kalam adalah setengah khat, dan mengetahui tatacara memotongnya adalah setengah sisanya. Karena sesungguhnya, setiap gaya khat mempunyai potongan tersendiri.”
(Al-Maqri al-‘Ala’i dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

“Barangsiapa kurang bagus caranya menorehkan tinta, meraut dan memotong kalam, memposisikan kertas, dan mengatur gerakan tangan waktu menulis, berarti dia sedikit pun tidak mengerti cara menulis.”
(Al-Maqri al-‘Ala’i dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

“Penguasaan khat adalah indahnya rautan.”
(Ibnu Muqlah dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

“Khat seluruhnya adalah kalam.”
(Al-Dahhak bin Ajlan dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)

Materi Kaligrafi

Ragam Gaya, Kaidah Goresan, dan Kriteria
Menurut Ibnu Muqlah, dikutip dari buku ‘Seni Kaligrafi Islam’ karangan Drs. H.D. Sirojuddin AR M.Ag, bahwa bentuk kaligrafi al-Quran barulah dianggap benar jika memenuhi lima kriteria sebagai berikut:
1. Tawfiyah (tepat), yaitu huruf harus mendapatkan usapan goresan sesuai dengan bagiannya secara utuh, baik lengkungan, kejuran, dan bengkokan.
2. Itmam (tuntas), yaitu setiap huruf harus diberikan ukuran yang utuh, baik panjang, pendek, tebal dan tipis.
3. Ikmal (sempurna), yaitu setiap usapan goresan harus sesuai dengan kecantikan bentuk yang wajar, baik gaya tegak, terlentang, memutar dan melengkung.
4. Isyba’ (padat), yaitu setiap usapan goresan harus mendapat sentuhan pas dari mata pena (nib pen) sehingga terbentuk keserasian. Dengan demikian tidak akan terjadi ketimpangan, satu bagian tampak terlalu tipis atau kelewat tebal dari bagian lainnya, kecuali pada wilayah-wilayah sentuhan yang menghendaki demikian.
5. Irsal (lancar),yaitu menggoreskan kalam secara cepat dan tepat, tidak tersandung atau tertahan sehingga menyusahkan, atau mogok di pertengahan goresan sehingga menimbulkan getaran tangan yang pada akhirnya merusak tulisan yang sedang digoreskan.
Lebih lanjut, Ibnu Muqlah merumuskan semua potongan huruf dalam standar huruf alif yang digoreskan dalam bentuk vertikal, dengan ukuran sejumlah khusus titik belah ketupat yang ditemuka mulai dari atas hingga kebawah (‘amadiyyan, vertex to vertex), dan jumlah titik tersebut pusparagam sesuai dengan bentuknya, dari lima sampai tujuh titik. Standar lingkaran memiliki radius atau jarak yang sama dengan alif. Kedua standar alif dan lingkaran terebut digunakan juga sebagai dasar bentuk pengukuran atau geometri. Inilah yang disebut dengan rumusan atau kaligrafi berstandar (al-khat al-mansub) sesuai dengan kaidah yang baku dan menjadi standarisasi pedoman penulisan kaligrafi murni.
Penguasaan atas rumusan ini butuh waktu adaptasi yang cukup lama. Oleh karenanya, ketekunan untuk selalu coba dan mencoba walau kesalahan kerap kali ditemukan merupakan dinamika penguasaan khat. Usaha ini harus terus dilakukan sehingga bisa teradaptasi langsung, baik bayangan bentuk rumus, bentuk huruf, titik, skala garis, dan sebagainya. Coba perhatikan gambar berikut ini.

Adapun tata letak yang baik (husn al-wad’i), menurut Ibnu Muqlah menghendaki perbaikan empat hal, antara lain:
1. Tarsîf (rapat dan teratur), yaitu tepatnya sambungan satu huruf dengan yang lainnya. Coba perhatikan contoh berikut ini
Gambar 7. Gaya khat sulus

Contoh gaya khat sulus diatas disusun dengan kerapatan yang teratur, seimbang jarak antar huruf, sesuai dengan ukuran kaidah baku yang dijadikan standarisasi penulisan resmi.

Selanjutnya, coba perhatikan contoh gaya khat kufi diatas. Jarak, bentuk, kerapatan, kelenturan, dan potongan hurufnya disusun sama persis, simetri, dan proporsional.
2. Ta’lîf (tersusun), yaitu menghimpun setiap huruf terpisah (tunggal) dengan lainnya dalam bentuk wajar dan indah. Coba perhatikan contoh diatas, bentuk-bentuk tiap huruf gaya sulus diatas tidak ditulis dengan bentuk yang berbeda, melainkan sama semuanya, baik bentuk, tebal tipis, tinggi dan lebarnya. Keseragaman 3 huruf ha/ jim yang terletak di tengah kanan, bawah, dan kiri menimbulkan kesan keindahan atas karakter bentuk huruf tersebut. Begitu juga 4 huruf lam alif.
3. Tastîr (selaras, beres), yaitu menghubungkan suatu kata dengan yang lainnya sehingga membentuk garisan yang selaras letaknya bagaikan mistar (penggaris). Coba perhatikan contoh sulus diatas, bagaimana 3 huruf lam alif disusun sejajar. Atau lihat berikut ini.

Pada contoh gaya diatas susunan antar huruf bagian bawahnya selaras diatas garis mistar, dan rapi.
4. Tansîl (bagaikan pedang atau lembing kerena indahnya), yaitu meletakkan sapuan-sapuan garis memanjang yang indah pada tiap huruf sambung. Coba lihat contoh berikut ini.
 

Pada contoh khat diwany diatas, sapuan atau goresan huruf sin pada kalimat syarîfah di baris awal, kepala kaf tunggal, akhir dan tengah di baris tengah, begitu juga di baris bawah tampak memanjang seperti sabetan pedang, indah, tetapi semua bentuknya wajar.
Semua keindahan itu dapat disusun dengan proporsional, bentuk yang wajar, dan indah jika memenuhi kriteria penulisan yang diakui. Berikut ini adalah contoh kaidah khat naskah yang banyak sekali digunakan dalam penulisan manuskrip atau teks-teks resmi, yang diakui oleh khattat Indonesia pada umumnya sebagai langkah awal penguasaan kaidah huruf. Jika rumusan/ kaidah gaya huruf ini telah dikuasai, gaya huruf khat yang lain mudah dikuasai juga

Pada bagian atas dan bawah, terdapat kesamaan bentuk kepala ‘ain mulai dari atas potongan atas, tengah, dan bawah. Kesamaam bentuk itu disebabkan kemampuan ulung khattat Muhammad Syauqy yang telah menjadi master kaligrafi Turki. Begitu juga bentuk huruf-huruf yang lainnya.
Adapun pada kolom tengah, merupakan kaidah naskhi yang terdiri dari benuk-benuk varian kaf. Sedangkan kolom tengah bagian bawah, merupakan bentuk varian huruf mim. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, kriteria penulisan menjadi prinsip utama yang harus dikuasai khattat, kemudian mengaplikasikannya pada tiap gaya khat tersendiri.
Dekorasi Kaligrafi Mushalla BMG (bag. 1)
Secara bahasa dekorasi berasal dari kata yang diadaptasi dari bahasa Inggris, yakni decoration, yang artinya hiasan; perhiasan; ornamentasi. Dalam “encharta Dictionary” decoration diartikan dengan ungkapan an item, usually one of a group, attached to something to make it look more attractive or to mark a special occasion. Sederhananya, dekorasi adalah suatu elemen yang diterapkan pada suatu objek agar kelihatan menarik dan berkesan untuk keperluan atau tujuan tertentu. Salah satunya adalah dekorasi interior.
Dekorasi interior adalah usaha pengembangan bagian dalam dan ruang kegiatan suatu bangunan ( indoor living & working spaces) yang biasanya digunakan untuk keperluan praktis dan estetis. Contohnya adalah dekorasi kaligrafi masjid/ mushalla Kantor BMG Ciputat. Geliat permintaan jasa dekorasi kaligrafi interior semakin dibutuhkan akhir-akhir ini, mengingat semakin sepinya jamaah yang berkunjung ke tempat ibadah. Ini sudah dibuktikan oleh litbang Republika. Selain alasan belum dioptimalkannya kegiatan rohani, suasana interior yang kurang menarik turut menjadi alasan utamanya. Untuk itulah, kehadiran dekorasi kaligrafi sangat perlu dalam memperindah interior mushola ini agar lebih menarik, dan memberikan kenyamanan bagi jamaah yang hendak berlama-lama untuk beribadah di dalamnya. Intinya, tentu saja memakmurkan rumah ibadah.
Dalam liputan kali ini, Tim kecil Proyek Kaligrafi Indah sedang menggarap dekorasi kaligrafi musholla kantor BMG Ciputat, di galeri yang berlokasi di K.H Muhasim 6, No. 49 Rt. 009/06 Cilandak Barat (Jaksel) sejak hari senin, 6 Juli 2009 hingga saat ini.
Tidak seperti biasanya, permintaan costumer (pihak kantor BMG) lebih memilih media triplek daripada media dinding, selain pertimbangan kondisi bangunan yang sewaktu-waktu ada renovasi, juga fleksibilitasnya diperhitungkan. Tinggal buka, lalu amankan. Suatu saat bisa dipasang kembali seperti sedia kala.
Mau tahu seperti apa penggarapan ini berlangsung? Kita simak paparan berikut ini.
1. Preparation
Preparation adalah langkah pertama yang dilakukan, yaitu menyiapkan segala sesuatunya seperti pengadaan bahan cat, dempul , media triplek, peralatan yang meliputi kuas berbagai ukuran dan merk, pensil, peggaris, penghapus, kertas, cutter, dan sebagainya yang dianggap perlu.
Kemudian mengukur media tripleks sesuai dengan ukuran interior yang  telah diukur, kemudian memotongnya dengan cutter. Proses ini membutuhkan ketelitian dan kehati-hatian yang ekstra agar hasil potongan tetap halus dan rata. Tentu saja hati-hati agar anggota tubuh seperti tangan/kaki jangan sampai terluka.
Setelah memperoleh media dengan ukuran sebenarnya, langkah selanjutnya adalah melapisi media tripleks dengan dempul, hingga diakhiri dengan penghalusan permukaan dengan ampelas. Hal ini dipandang perlu demi ketahanan tripleks dan cat, serta memberikan kemudahan dalam mengaplikasikan cat.
Proses ini diakhiri dengan mendasari triplek dengan cat dasar putih, lalu diplotting.
2. Blocking
Setelah diplotting—atau dipola—langkah selanjutnya adalah melakukan pendasaran sebagai background atas blok-blok atau bagian tertentu sesuai dengan warna tertentu, sebelum proses ornamentasi. Untuk sesi ini, dibutuhkan 3 kali proses pengecatan atau lebih sehingga permukaan diaggap rata dan siap untuk diornamentasi atau ditulis. Tergantung kebutuhan sih.

Bagian utama yang diblok adalah bagian tulisan/ ayat al-Quran yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, kemudian merapihkan bagian-bagian tertentu agar lebih rata dan halus. Setelah itu, barulah memblock bagian ornamentasi. (to be continued…)
Seni dan Tauhid
Kata “Tuhan” adalah istilah yang menyimbolkan Wujud Mutlak, Sempurna, Hidup, dan Berdiri Sendiri, hanya kepada Allah Rabbul ‘Alamin semua wujud nisbi bergantung. Allah adalah Rabb, Maha Manajer Kehidupan, Yang Menyediakan semua rezeki sebagai fasilitas bagi seluruh manusia, dan yang Maha Mampu Membentuk (al-Mushawwir) lewat sunnatullah-Nya.
Allah adalah Tuhan/ Ilah yang—mau tak mau—seluruh makhluk harus menyembahnya, memujinya. Dia adalah Tuhan yang memberi sanksi, pidana, dosa dan pahala, tempat berlindung serta harapan ampunan dan pertolongan.

Allah adalah subjek satu-satunya yang tak pernah dapat diobjekkan. Bagaimana akal yang super jenius dapat memberikan gambaran bentuk zat-Nya, sementara Dia yang menciptakan akal. Maka dari itu, Allah tak dapat dilihat, dikenal, dicari, dibayangkan, ataupun dinyatakan. Tak kan ada pola yang nisbi bagi-Nya di alam ini.
Allah selalu luput dari verba pasif makhluk-Nya.
Adapun seni, merupakan manifestasi keindahan yang lahir melalui kreativitas sadar manusia. Produk keindahan yang tak disadari tidak dinamakan berseni.
Adapun hakikat keindahan adalah manifestasi sifat Jamaliyah Allah yang imanen dalam setiap wujud ciptaan-Nya. Segala sesuatu tampil dalam keindahan yang unik. Seperti inilah Allah Yang Maha Indah dalam mencipta dan mencinta keindahan.
Boleh jadi keindahan yang dimaksud disini tidak terbatas. Akan halnya perdamaian, suka cita, alam nan elok, lukisan/rupa yang begitu mengagumkan, dan segala yang mencitrakan energi positif.
Hakikat keindahan Allah adalah manifestasi sifat Jamaliyah Allah tak terbatas, dan memiliki energi positif bagi manusia.
Meskipun seni bersifat subjektif, seni memiliki nilai universal sehingga dapat diamati dan direspon oleh segenap manusia yang berbeda etnis dan background kehidupannya. Karena corak seni dan mekanismenya berada di alam kehidupan yang melibatkan semua bangsa. Belum tentu menurut orang indahnya suatu objek adalah indah bagi dirinya sendiri.
Seni juga memiliki daya untuk menggerakkan semangat manusia, membakar amarah, membuai hati ke alam nyata yang tak berwujud dan mampu melenakan. Oleh karenanya, sebagian orang mengharamkan seni, sebab seni mampu “menyihir” siapa saja tanpa pertimbangan baik dan buruknya. Untuk itulah mengapa kita memilah milih mana saja seni yang memberikan maslahat, dan yang mudharat untuk ditinggalkan.
Inilah yang dimaksud bahwa seni itu bebas nilai, tergantung bagaimana kita mengemas dan meletakkannya pada koridor tertentu.
Karena seni itu bebas nilai, maka Allah Rabbul ‘Alamin memberikan rambu-rambu kehidupan bagi manusia walaupun tidak ada nahs al-Quran dan Hadits. Cukup dengan hujjah, bahwa seni yang membawa maslahat bagi budaya dan eksistensi manusia tanpa nilai jorok dan negatif lah yang diperbolehkan.
Disamping membawa maslahat, patut kita sadari peranan seni tidak pernah lepas dari agama. Seni selalu dikendarai oleh agama dan filsafat untuk mengarahkan gaya hidup manusia agar berbudi dan luhur. Salah satu contohnya adalah penyebaran agama Islam melalui tradisi wayang oleh Sunan Kalijaga terhadap orang Jawa beberapa abad lalu. Beliau menyusupkan nilai-nilai ketuhanan, keteladanan dan akhlak melalui seni ini, agar masyarakat Hindu pada waktu itu memiliki kesadaran untuk konversi ke agama Islam.
Contoh lainnya adalah kisah perwayangan Mahabrata, Ramayana, yang diakui oleh umat Hindu mengandung ajaran agamanya. Teater Yunani, Opera, patung-patung di Gereja dan Vihara, nyanyian suci, tarian sufi, tarian bangsa Inca dan Maya, Matsnawi Rumi, Qasidah dan Qiraat al-Quran adalah contoh-contoh lainnya.
Seni sebagai mediasi dalam menyampaikan ajaran agama.
Sekarang, saya tanya Anda. Apakah Allah itu Maha Seni? Tentu Ia Maha Seni. Allah telah memberikan sinyalemen ini dalam al-Quran dengan nama-Nya yang agung, al-Mushawwir al-Kholiq. Jadi, seninya Allah itu adalah “Seni Abadi”—sebagaimana yang telah dipaparkan diatas—yang telah berhasil menjadi ujung tombak ajaran tauhid.
Jika kita museumkan ideologi agung ini, kita harus siap dengan penggantinya yang memadai buat selera zaman. Namun, satu hal yang mesti kita camkan; tiada keabadian dalam hasil kreativitas seni tanpa konsep akurat yang melatarbelakanginya.
Kretivitas positif yang dihasilkan para seniman seharusnya membawa misi maslahat, dan kemaslahatan yang terkandung itu merupakan amal saleh yang tak diragukan lagi nilainya. Tapi, amal saleh—kreativitas, atau yang biasa disebut dengan perbuatan baik—dalam pandangan akal manusia belum tentu dapat sampai ke hadirat Ilahi tanpa ruh, dan ruh seni itu adalah ikhlas.
Meskipun ikhlas telah memberikan sayap kepada amal saleh untuk terbang kepada hadratullah, ia belum mendapatkan tanggapan  yang berupa balasan (jaza’) dari Rabbul ‘Alamin kalau tanpa kiblat. Dan kiblat amal saleh adalah mardhotillah.
Dengan ideologi berseni ini, maka sampailah kita di kalbu agama yang disebut dengan Samudera Tauhid. Sungguh, sangat nikmat dan elok melihat keagungan dan keindahan ciptaan Allah. Dan dengan inilah maka Allah dapat dibuktikan bahwa Dia ada dengan ketiadaannya (wujuduhu ka’adamihi).
Wallahu a’lam bisshowwab.


SENIMAN KALIGRAFI TERAKHIR
a Novel by Yasmine Ghata, reviewed by Yusuf Firdaus 081361563478
“KEMATIANKU selembut pucuk pandan air yang dicelupkan ke dalam tempat tinta, lebih cepat daripada tinta yang diserap kertas". Demikianlah kata Rikkat, seniman kaligrafi Utsmani, dengan suara mengalun antara kegelapan dan cahaya ketika ia mulai menulis kisah hidupnya.


Di tahun 1923, sebagai seorang gadis remaja ia sudah tahu bahwa tak sesuatu pun dapat memalingkannya dari seni kaligrafi. Namun, pada tahun yang sama, Republik Turki memutuskan  hubungan dengan Islam dan secara berangsur-angsur menghapuskan bahasa dan tulisan Arab, lalu menggantinya dengan versi abjad Latin yang telah disesuaikan.
Sebagai hamba Allah dan pelayan Sultan, para “juru tulis” dipecat dan sekolah-sekolah mereka diterlantarkan. Di salah satu sekolah itu, si empu kaligrafi tua, Selim, bertemu dengan Rikkat, gadis yang bertugas menyediakan kertas dan kalam tajam kepada para seniman tua yang diremehkan oleh rezim baru itu. Peristiwa bunuh diri Selim mengukir kesepakatan abadi antara sang murid dan seni kaligrafi. Sebelum meninggal, Selim telah mewariskan kotak pena dan tinta emasnya kepada Rikkat, dan ia akan memberikannya lebih banyak lagi selama kunjungan-kunjungannya yang lucu dari balik liang kubur.
Namun, kecintaannya pada kaligrafi menguasai Rikkat dan sekaligus merampas nyaris segala yang dimilikinya: kehidupan sebagai istri dan ibu hanyalah serangkaian perpisahan dan penelantaran. Perasaannya senantiasa dicurahkan ke dalam kegiatan menulis, seraya menyusupkan emosi ke dalam hiasan huruf-huruf, sehingga menjadikan seni abadi itu lebih manusiawi dan modern.
Dengan meramu dunia seni kaligrafi yang kurang dikenal, wilayah yang serba aneh dan mistis, dengan Turki kontemporer yang terbuka akan pengaruh asing (Barat), Yasmine Ghata menulis sebuah roman yang indah sekaligus klasik dan penuh ilham berdasarkan kisah nyata yang menggugah.
YASMINE GHATA adalah pengarang keturunan Turki yang lahir di Prancis pada tahun 1975. Ia belajar Sejarah Kesenian Islam sebelum bekerja sebagai pakar seni. Tokoh Rikkat dalam novel ini tak lain adalah neneknya sendiri.
Review ini memberikan gambaran tentang lika-liku eksistensi kaligrafi dalam kancah politik Turki, dengan cara mengeksekusi  perkembangan seni dan budaya Kaligrafi Islam yang pada akhirnya gaung Kaligrafi Islam kurang mendapat tempat di hati setiap muslim.
Tidak seperti seni rupa lainnya. Aspek psikologi dan metafisik seni kaligrafi hanya mengalir dalam nafas orang yang berfikir secara filosofis.
Kok Harus Kaligrafi?
Kaligrafi? Mungkin banyak yang pernah dengar, tapi lebih banyak yang belum tahu. Tapi kalau lukisan kaligrafi? Apalagi……
Kaligrafi sebagai elemen utama yang masuk dalam segmen seni lukis, diharapkan mampu menerjemahkan pemikiran abstrak dengan maksud menyampaikan substansi pesannya. Disinilah posisi huruf kaligrafi yang felksibel, dengan menempatkan lekukan dan komposisi susunannya yang sangat dinamis.
Disamping itu, kaligrafi (yang dirasakan oleh para khattat dan pelukis) memiliki pelbagai kemungkinan untuk membentuk huruf-huruf sebagai penafsiran garis yang bersambungan, memberikan daya tarik tersendiri kepada para seniman.


Huruf adalah lambang bunyi. Bila bunyi-bunyi digabungkan, maka makna pun timbul. Sebab itu pula kaligrafi disebut lisan al-yadd (lidahnya tangan), karena dengan tulisan itulah tangan berbicara ke kanvas lukisan. Dalam pelbagai metafora, kaligrafi juga dilukiskan sebagai kecantikan rasa, duta akal, penasihat pikiran, senjata pengetahuan, penjinak saudara dalam pertikaian, pembicaraan jarak jauh, penyimpan rahasia dan rupa-rupa masalah kehidupan, ringkasnya”kaligrafi adalah ruh di dalam tubuh” seperti dikatakan sebagian ulama.
Faktanya: pesan yang timbul dari sebuah karya seni rupa: ada sesuatu yang digoreskan, unsur garis, dan pesan-pesan. Ini yang harus diketahui khalayak umum, terutama penikmat seni.


BOOK REVIEW KESEHATAN MENTAL
ROMANTIKA YUSUF;
MENELADANI ADVERSITY QUOTIENT (AQ) NABI YUSUF
Oleh: Yusuf Firdaus Hsb
“Sesungguhnya, dalam kisah-kisah mereka (para nabi) itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang berakal. Al-Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab suci) sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”
(QS. Yusuf, 12: 111).
Mukaddimah
Dalam judul buku ini dipaparkan kisah hidup dan perjuangan Nabi Allah Yusuf AS yang diterpa berbagai cobaan, dimulai dari umur kanak-kanak hingga dewasanya. Buku ini ditulis—dan diterjemahkan—dengan metode sederhana, antara lain:
1. Pemilihan metode dialogis agar dapat mengajak pembaca untuk berinteraksi dengan isi pemikiran Amru Khalid, sehingga pesan ajaran dari surah Yusuf dapat dicerna dan dihayati.
2. Penjelasan demi penjelasan dimulai dari urgensi surah dan alasan surah ini dikatakan sebaik-baik kisah yang ada dalam al-Quran, kemudian disertai dengan paparan berbagai fitanh dan cobaan yang Nabi Yusuf hadapi, serta bagaimana beliau menyikapinya, mulai dari kesiapan menerima dan menghadapi tantangan dan rintangan hidup.
3. Penguaraian hikmah dan pelajaran dari ayat demi ayat yang bermanfaat bagi siapa saja yang ingin keluar dari segenap permasalahan menuju ridha Allah.
AQ atau Adversity Quotient adalah salah satu kecerdasan penting untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan lahir batin dalam mengatasi kesulitan. Kecerdasan ini mampu mengubah hambatan menjadi peluang.
Manusia tidak pernah luput dari cobaan dan musibah. Cobaan dan musibah itu hakikatnya menempa manusia agar menjadi manusia tangguh, yang dibuktikan dengan kerja keras dan perjuangan sengit dalam menghadapinya. Tidak ada yang tidak pernah menemukan kesulitan. Mulai dari yang bersifat sangat sederhana hingga paling kompleks sekalipun.
Problematika Dan Kesehatan Mental
Pada bagian pertama, buku ini menjelaskan urgensi diturunkannya Surah Yusuf. Orang-orang mukmin menyadari dan meyakini bahwa al-Quran sebagai penawar hati. Sudah sewajarnya individu muslim mengembalikan segenap problematika kehidupan hanya kepada Allah lewat Titah Suci-Nya, yaitu al-Quran. Rasa sedih, gelisah, takut, dan apapun yang dapat menghimpit jiwa manusia menjadikan al-Quran sebagai solusi yang brilian. Inilah yang disebut dengan aktivitas kejiwaan mengaktualisasikan diri dengan agamanya.[1]
Surah Yusuf diturunkan ketika‘am al-huzn (tahun duka cita) tidak lama setelah paman beliau Abu Thalib dan istrinya Siti Khadijah wafat. Sementara itu Rasululllah dan sahabatnya dihimpit berbagai cobaan, seperti penyiksaan dan penganiayaan kaum kafir Makkah, difitnah, dikhianati, dan diusir dari tanah airnya. Dan yang lebih parah lagi, 2 paman kandungnya sendiri Abu jahal dan Abu Lahab bermakar buruk kepada beliau. Pada saat yang genting ini, turunlah Surah Yusuf sebagai penghibur, penawar duka, dan pengobat luka hatinya.[2]
Sejalan dengan hal diatas, Abdullah bin Mas’ud RA berkata seperti yang diterjemahkan Sarwedi dan Heri Efendi: “tidaklah seseorang yang bersedih membaca Surah Yusuf, melainkan Allah akan menghilangkan kesedihannya.” Begitu juga Umar bin Khattab, selalu menangis setiap kali membaca surah ini, ketika itu seorang sahabat bertanya:“mengapa menangis, wahai amirul mukminin? engkau mengetahui kisah dan akhir kehidupan Yusuf AS.” Umar selalu menangis setiap kali melewati kisah penderitaannya karena penghayatannya yang begitu tinggi, sehingga tidak pantas rasanya seorang pemimpin selalu putus asa dalam menghadapi permasalahan.[3]
Ketika kita mencermati surah ini, banyak ditemukan hal-hal kontradiktif dengan akal fikiran dan perkiraan manusia. Dalam buku ini dipaparkan beberapa cobaan yang dialami Yusuf kecil hingga dewasa, diantaranya adalah:
1. Sasaran kedengkian dan hasudan saudara-saudaranya, sebab ayah beliau Nabi Ya’qub lebih menyayanginya daripada yang lain.[4]
2. Berpisah dengan keluarga pada usia 12 tahun selama 14 tahun, akibat perbuatan saudara-saudaranya kecuali Bunyamin.
3. Dibuang ke sumur, yang menurut sebagian mufassirin bahwa kalimatghayabat al-jubbadalah sumur yang letaknya sangat jauh di tengah hutan, lembab tidak berair, dan binatang melata (seperti kalajengking atau ular)banyak yang berdiam di dalamnya.[5] Bagaimana jika anda atau anak anda mengalami hal yang demikian? Tentu tidak terperikan bagaimana tragisnya jika dibandingkan cerita sinetron atau komik manapun.
4. Menjadi hamba sahaya, padahal beliau adalah putra nabi Ya’qub dan keturunan mulia nabi Ibrahim AS.[6] Bagaimana jika anda sebagai anak orang kaya yang mengalami hal ini? Sungguh sangat kontras antara kenyataan dan kemustahilan.
5. Digoda dan dirayu wanita, padahal ia merupakan sosok yang tampan lagi beriman teguh kepada Allah. Jika anda mengalami hal ini, pasti anda mengikuti hawa nafsu untuk memenuhi rayuan wanita. Justru, dengan menahan godaan itu, merupakan cobaan terberat bagi orang yang tidak ingin murka Allah menimpanya, termasuk Nabi Yusuf.[7]
6. Dituduh memperkosa ibu angkatnya.[8]
7. Dipenjara, atas tuduhan memperkosa. Tuduhan ini sangat keji sekali. Walau faktanya ia tidak memperkosa, tapi penjara merupakan pilihan terbaik baginya untuk melepaskan godaan bertubi-tubi dari ibu angkatnya dan istri-istri para pembesar. Dengan siasat ini, beliau yakin bahwa penjara adalah tempat teraman daripada penjara luasnya bumi yang dipenuhi maksiat itu tadi.[9]
8. Tidak segera dikeluarkan dari penjara, padahal ia telah menitipkan ihwal kemampuannya pada teman sepenghuni penjara kepada raja, untuk menafsirkan mimpi.[10]
Masih berkaitan dengan hal-hal kontradiktif diatas, ditengah-tengah cobaan dan problematika hidup itu ternyata Nabi Yusuf diberikan balasan atau ganjaran yang baik dari Allah. Secara materi, ganjaran baik itu berupa kenikmatan harta dan kekuasaan di muka bumi, dan iman beliau makin bertambah kuat. Ada beberapa sikap positif dalam merespon atas kekejian saudaranya ketika berjumpa dengannya—sewaktu itu Nabi Yusuf menjadi raja besar di salah satu wilayah bagian Mesir—yang antara lain adalah:
1. Memaafkan, walau penderitaan itu terasa sangat pedih.
2. Tetap tabah, tegar, dan sabar.
Sirah Nabi Yusuf Dan Perspektif Kajian Kesehatan Mental
Sejalan dengan sikap Nabi Yusuf diatas, kajian Psikologi kontemporer—sebagaimana yang dikatakan Jung—bahwa kriteria jiwa yang sehat diukur dengan: 1. Seseorang mengalami individuasi, yaitu kemampuan mengembangkan semua struktur jiwanya secara seimbang, 2. Perkembangan jiwa secara kontinu tanpa orientasi ke masa lalu, harus tetap menatap masa depan. 3. Kemampuan untuk meyeimbangkan dua hal yang bertentangan dengan mengintegrasikan empat komponen dasar dalam menjalani kehidupan, yaitu perasaan, intuisi, fikiran dan pengertian.[11]
Sepertinnya kriteria yang diungkapkan Jung diatas cakupannya sangat global, untuk itu Alfred Adler salah seorang ahli psikologi dalam(depth psychology)menyatakan bahwa kepribadian yang sehat dapat dicapai seseorang jika memiliki kemampuan untuk 1. Menghargai orang lain, 2. Merespon kebutuhannya dan kebutuhan masyarakat, 3. Mengendalikan dorongan dasarnya yang bertentangan dengan masyarakat.[12] Hal senada juga dinyatakan Erich Formm mengutip dari Drs. Suprayetno bahwa orang yang berjiwa sehat adalah mereka yang telah mencapai kondisi ideal, yaitu mampu menggunakan semua kapasitas dan merealisasikan semua potensi yang dimilikinya untuk tujuan pengembangan diri, bukan pencapaian maateri. Hal ini ditandai dengan 1. Mampu menerima orang lain, 2. Bersifat terbuka dan toleran terhadap orang lain, 3. Mampu mempercayai orang lain, 4. Tidak memanipulasi keadaan diri dan perasaan serta fikirannya, mampu 5. Mampu mengekspresikan cintanya kepada orang lain tanpa pamrih.[13]
Sikap diatas merupakan penggambaran dan cerminan diri yang kokoh dan tahan banting, sebab Allah diyakini sebagai zat Maha Agung yang menjadi penolong dan pelindungnya.
Secara garis besar, sikap manusia dalam menghadapi problematika kehidupan terbagi 2; yaitu 1. Menerima dan 2. Menolak. Muhammad Isa Selamat dalam bukunya Penawar Jiwa dan Fikiran menyatakan bahwa pribadi manusia yang sehat dalam menghadapi problematika kehidupan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Terhindar dari kegelisahan.
2. Memiliki kemampuan menghadapi masalah.
3. Memiliki kemampuan merasakan kebahagiaan, kekuatan diri, dan harga diri.
4. Selalu berfikir positif.
5. Kemampuan mengolah dan mengginakan potensi yang dimiliki.
6. Berguna dan bermanfaat bagi orang lain dan alam sekitarnya.
7. Memiliki hati yang sehat, dengan ciri-ciri:
a. Merasa diri sebagai perantau di dunia, pencari akhirat.
b. Jiwanya merasa sakit jika meninggalkan ibadah.
c. Selalu berhadap dapat terus menerus mengabdi kepada Allah.
d. Tujuan hidupnya hanya taat kepada Allah SWT.
e. Segala derita hidupnya hilang saat melakukan ibadah.
f. Menghargai waktu.
g. Mengutamakan kualitas amal ibadah.[14]
Dalam pandangan agama Islam, sikap penerimaan dan kemampuan menghadapi problematika ditunjukkan dengan cara:
1. Sabar, yang terbagi kepada 3 garis besar:
a. Sabar terhadap musibah. Ketika itu Nabi Yusuf dibenci, dan dibuang oleh saudara-saudara dibuang ke dalam sumur yang mengerikan selama tiga hari, dan dipenjara selama 9 tahun.[15]
b. Sabar dari kemaksiatan, seperti penolakan beliau atas permintaan hasrat ibu angkatnya dan istri para pembesar untuk melakukan kemaksiatan, dan kesabaran dari godaan harta yang brlimpah.[16]
2. Sabar dalam ketaatan. Ini merupakan kulminasi kesabaran yang tertinggi, setelah menjalani dua kesabaran diatas. Hakikat kesabaran ini sangat sibjektif, dan dimanifestasikan dengan sikap dan tingkah laku yang mulia, dan bentuk pengamalannya melalui amal ibadah dan perbuatan yang dipandang terpuji pula.[17]
3. Tawakkal.
4. Memohon pertolongan(isti’anah).Ketika Nabi Yusuf difitnah memperkosa, ia dijebloskan ke penjara, dan jika ia bebas, maka godaan secara gencar menghantuinya. Untuk itu, berdoa adalah jalan terbaik ketiga untuk bertawassul kepada Allah, agar diberikan solusi dalam meretas jalan yang buntu itu.[18]
5.Kehati-hatian(ikhtiyat), seperti Coba kita renungkan, bagaimana kesabaran Nabi Ya’kub atas kehilangan putera kesayangannya? Ia tidak langsung memarahi anak-anaknya yang telah mencelakai Yusuf, ketika saudara-saudaranya memohon kepada Nabi Ya’kub untuk membawa pergi Bunyamin ke Mesir—ketika itu Nabi Yusuf telah menjadi salah seorang raja di Mesir, bersandiwara menahan Bunyamin—hal ini ditegaskan dalam al-Quran dengan firman-Nya yang artinya:“Ya'qub berkata: "Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku; sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."(QS. 12: 83). Sama dengan puteranya, Nabi Yusuf adalah tipe orang yang sangat hatii-hati. Rasulullah bersabda mengutip terjemahan dari Sarwedi yang artinya:“mintalah pertolongan secara rahasia dalam menyelesaikan semua permasalahan yang kalian hadapi, karena setiap orang yang diberikan nikmat bisa jadi dihasud oleh orang lain.[19]
Kriteria mental yang tidak sehat: I’tibar dari kisah Nabi Yusuf
Dalam artikel yang penulis temukan dari Richard H. Price dalam tulisannya ia mendefinisikan bahwa“Mental Health, is a psychological state of well-being, characterized by continuing personal growth, a sense of purpose in life, self-acceptance, and positive relations with others. Some people define mental health as the absence of mental illness, but many psychologists consider this definition too narrow. Mental health can also refer to a field of study encompassing both mental health and mental illness.”[20]
Sebagaimana telah diungkapkan diatas bahwa mental yang sehat jika seseorang jika memiliki kemampuan untuk 1. Menghargai orang lain, 2. Merespon kebutuhannya dan kebutuhan masyarakat, 3. Mengendalikan dorongan dasarnya yang bertentangan dengan masyarakat.[21] Kebalikan dari mental sehat adalah mental yang tidak sehat atau biasa disebut denganmental illnesses,yang terdiri darianxiety disorder, mood disorder, schizofreniadan sejenisnya,personality disorder, cognitive disorder, dissosiative disorder, factitious disorder, substance-related disorder, eating disorder,danimpuls-control disorder.[22]
Anxiety disorders adalah kecenderungan ekspresi untuk merusak, tidak bersahabat, selalu ada rasa khawatir yang tidak karuan, dan ketakutan yang tidak beralasan. Orang yang pada umumnya mengidap penyakit mental ini mengalami gangguan secara konstan pada banyak kegiatan pada kehidupannya.Phobia salah gejalanya, yang dicetuskan dalam ketakutan atas “objek”, situasi, atau aktivitas tertentu.Panic disordergejala kedua dimana seseorang tiba-tiba merasakan ada sesuatu yang menghantui seolah-oleh dalam keadaan yang genting, atau ada seseorang yang sedang menerornya. Bahkan, kondisi fisiknya bisa tidak normal, seperti keluarnya keringat yang berlebihan, detak jantung tiba-tiba makin kencang, dan nafas yang tersengal-sengal. Ini adalah kondisi gejala yang ketiga. Orang yang mengalamiobsessive-compulsive disordermengalami gangguan fikiran dan bayangan (obsesi aneh), dan bisa-bisa stress, atau pada akhirnya mengalami depresi berat.[23]
Berdasarkan teori diatas, dalam buku Romantika Yusuf dipaparkan bahwa Nabi Yusuf menjadi korban saudara-saudaranya yang bermental tidak sehat. Ciri-cirinya adalah:
1.Berbohong,
Berbohong, biasanya disebut berdusta dan menyembunyikan kebenaran. Dalam literatur agama Islam perbuatan ini disebut denganal-kizbu, pembohong besar disebut denganal-kazzab, dan prinsip perbuatannya disebut dengankitman atau menutup-nutupi kebenaran dan menciterakan kepalsuan adalah kebenaran, padahal keuntungannya semu.
Dalam buku ini, saudara-saudara Nabi Yusuf menyembunyikan kebenran selama 40 tahun dari ayahnya Nabi Ya’kub AS. Ayahnya menjadi korban siksaan batin, sehingga ayanya kehilatan penglihatan (buta mata secara fisik) walau batinnya mampu melihat, yaitu melihat kebenaran. Rasa sedih yang melanda karena kehilangan putera kesayangannya akibat ulah anak-anak kandungnya sendiri.[24]
Ketika itu, saudara Nabi Yusuf meyakinkan kepada ayahnya bahwa makar buruk yang dilakukan tidak benar, dan kenyataan sebenarnya adalah Yusuf dimakan srigala yang buas.[25] Mereka tidak tahu, bahwa nabi Ya’kub juga diberikan kemampuanfuturistik,yaitu melihat kejadian di masa datang melalui ta’wil mimpi, dan menguasai ilmu psikologi, yaitu membaca watak masing-masing anaknya.[26]
2.Dengki dan benci
Sangatlah wajar kalau keinginan membunuh berasal dari kedengkian dan kebencian yang membara.[27] Hal ini ditegaskan Allah bahwa perbuatan ini banyak dilakukan oleh umat Yahudi, mereka tidak menyukai risalah kebenaran yang dibawa para nabi Allah. Dalam Surah Yusuf, Allah menegaskan tindakan mental yang tidak sehat para saudara Nabi Yusuf dalam firmannya yang artinya:“bunuhlah Yusuf, atau buanglah ia ke tempat jauh yang tidak terlihat oleh orang lain,” (QS.12: 9).
Siapa yang menjadi komando atas konspirasi ini? Dia adalah Yehuda, saudara Nabi Yusuf beda ibu. Sebagaimana kita ketahui, Nabi Ya’kub, Yusuf, hingga Musa adalah nabi para bangsa Yahudi, dan Nabi Yusuf dari bangsa Yahudi yang diutus untuk bangsa Yahudi juga.[28]
3.Bengis dan kurang ajar
Allahmenegaskan dalam firman-Nya atas ketidaksehatan mental mereka dengan sikap bengis dan kurang ajar kepada para nabi,[29] yang artinya:“sesungguhnya ayah kita dalam kekeliruan yang nyata”.(QS.12.: 8). Lebih lanjut lagi, Allah berfirman dalam penegasan kejadian tragis itu yang artinya“bunuhlah Yusuf atau buanglah ia ke suatu tempat yang asing”.(QS.12: 9).
4.Selalu merasa dizalimi
Mereka selalu merasa dizalimi, padahal tidak ada kerugian yang dilakukan Nabi Yusuf kepada mereka. Yusuf ketika itu hanyalah seorang anak kecil yang masih membutuhkan kasih sayang yang jelas berbeda dengan anak-anaknya yang semuanya sudah dewasa. Seharusnya, saudara-saudara Nabi Yusuf sebagai kakak memberikan kasih sayang juga kepada adiknya, walaupun saudara tiri.[30]
5.Berani membunuh
Membunuh memang merupakan suatu keberanian yang membabi buta. Bagi mereka membunuh Yusuf kecil sangatlah mudah.[31]
Amru Khalid mengungkapkan bahwa semua Nabi berasal dari keturunan Nabi Ya’qub, tapi ada satu yang bukan dari keturunan dari Nabi Ya’qub, yaitu nabi Muhammad Rasulullah SAW yang berasal dari keturunan Nabi Ismail. Huyay bin Akhtab, seorang pemimpin fanatik Yahudi Madinah meramalkan bahwa suatu saat ada nabi terakhir yang akan datang untuk menyempurnakan agama samawi sebelumnya, dialah Nabi Muhammad. Kenyataan itulah yang mendorong dia untuk memusuhi Rasulullah. Dia mengetahui semua prediksi tersebut dari Taurat dan sifat yang akan dimiliki nabi akhir zaman. Huyay bin Akhtab memang orang yang sangat pintar. Karena tidak ingin nabi berikutnya/nabi akhir zaman dari bangsa Arab yang memiliki sifat-sifat paling agung, bukan dari bangsa Yahudi. Jadi, ia sangat memusuhinya. Sikap ekstrim ini diwujudkannya untuk membunuh Nabi Muhammad dengan mengumpulkan orang-orang kafir dalam peristiwa perang Khandaq. Akan tetapi Huyay tidak berhasil, bahkan ia mati dalam peperangan itu secara kafir, karena tidak mengimani dan bahkan memiliki kesamaan watak sesama Yahudi—seperti komandan konspirasi atas nabi Yusuf, Yehuda—untuk membunuh para nabi.[32]
6.Mudah mengikuti “bisikan-bisikan syetan”
Bisikan syetan kerap kali menjadi pemicu awal atas sikap dan sifat buruk yang ada dalam diri manusia. Syetan mengetahui kelemahan manusia itu, dan senantiasa menghantui sang pemilik kalbu, dan menyatakan bahwa perbuatan yang baik itu adalah “ini”, keuntungannya adalah “ini”. Para saudara Nabi Yusuf, telah dikuasai syetan untuk melakukan kejahatan dengan memanfaatkan kebencian, ketakutan, kedengkian, dan kemarahan mereka kepada adiknya. Dengan melakukan perbuatan tercela itu, syetan hendak mengulur dan berusaha menjadi penasehat yang baik, bahwa kejahatan dosanya dapat dihapus dengan bertaubat.[33]
Penutup
Nabi Yusuf telah ditempa menjadi orang yang mulia di sisi Allah, dan diberi karunia tiada terhingga. Sifat inilah yang harus kita tiru. Segala problematika pasti akan kita hadapi, baik ujian langsung dari Allah maupun ujian itu dari orang yang hendak menyusahkan kita.
Manusia yang mentalnya tidak sehat, merasa senang, bangga, dan bahagia menari-nari diatas penderitaan kita, sebagai korban. Untuk menyikapi hal ini, kembali ke jalan agama dengan berinteraksi kepada al-Quran, bersabar, berdoa, bertawakkal, minta pertolongan kepada-Nya, mengikuti jejak para nabi dan Rasul, adalah jalan yang paling terbaik, tidak ada duanya.
Berkat ketaqwaan dan kesabaran ini, Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang muhsinin, dan Insya Allah kemenangan akan tiba.
Demikianlah kisah Nabi Yusuf yang dituangkan dalam paparan luas namun sederhana dalam buku Romantika Nabi Yusuf: Meneladani Adversity Quotient nabi Yusuf yang ditulis oleh Amru Khalid, dengan metode dialogis yang sederhana, penuh nasihat dan hikmah kehidupan, yang sarat dengan pernak-pernik peristiwa menyentuh kalbu, ukhuwah, etika, akidah, fikih, dan dakwah.
Sebagai anjuran bagi kita yang ingin lepas dari jeratan samudera problematika kehidupan, buku ini bermanfaat untuk menyadarkan kita bahwa:
a. Kasih sayang Allah itu masih ada. Secercah harapan, dan pertolongan masih ada. Jadi, untuk apa susah dan putus asa?
b. Bagi orang yang memiliki gejala mental kurang sehat, atau sudah ke taraf mental yang tidak sehat agar segera bertaubat dan menyadari kekurangan batin yang melanda jiwanya.
c. Bagi orang yang bermental sehat, buku ini disajikan dalam bentuk wawasan Qur’ani yang tematis, sebagai referensi dalam mencari dalil-dalil atau indikator mental yang tidak sehat.
d. Bagi kita semua, dalam sirah Nabi Yusuf yang menjadi surah isimewa dan diturunkan kepada nabi Muhammad SAW ada indikasi bahwa ahli dan praktisi psikologi dari zaman dahulu (zaman sebelum masehi) Nabi Ya’kub dan Nabi Yusuf adalah pakarnya. Untuk itu, hendaknya kita belajar dari pengalaman hidup mereka.
e. Bagi orang yang sedang dilanda kekalutan, atau apa saja yang membuat hati tidak tenang, atauwaham danwaswasmenyelimuti hatinya, hendaklah membaca, menghafal, mencermati, menghayati, dan bercermin kepada Surah Yusuf, insya Allah hati menjadi tenang. Surah Yusuf adalah hiburan bagi hati yang sedang gundah gulana. Ini merupakan terapi Agama, atau obat bagi hati. Marilah kita senantiasa berinteraksi dengan al-Quran.[34]
Kaligrafer Ibnu Muqlah
Seorang anak yang telah diklaim menggoreskan sejarah (seni) Islam telah lahir pada tahu 272 H, di Baghdad. Al-Wazir Abu Ali al-Shadr Muhammad bin al-Hasan ibnu Muqlah, yang digelari ‘Si Biji Anak Mata’.Sebenarnya  Muqlah adalah nama bapaknya, dengan tradisi Arab memanggil seorang anak dengan ‘anak si fulan’, maka dipanggillah ia dengan Ibnu Muqlah. Namun, kasih sayang sang kakek kepadanya berlebihan, ia selalu dipanggil dengan sebutan “ ya muqlata abiihaa!” (wahai biji mata ayahnya).
Ia seorang jenius, menguasai ilmu dasar geometri membawa berkah dengan sematan “Imam Khatthathin” (Bapak para kaligrafer) baginya. Inilah akar utama penemuan kaligrafi cursif.
Ibnu Muqlah bekerja di bebearapa kantor pemerintahan dengan menyumbangkan keahliannya di berbagai bidang ilmu, termasuk kaligrafi. Dengan kekhasannya itulah karirnya menanjak tajam dengan menjadi salah satu wazir untuk tiga orang khalifah Abbasiyyah, antara lain khalifah Muqtadir, al-Qahir, al-Radi. Berkat keuletan dan hubungan sosial dengan sesama pejabat lain, ia menjadi orang yang terpandang.
Agaknya sudah menjadi tradisi jika seorang pejabat ternama dan memiliki kredibilitas yang baik, mengalami banyak tekanan dari berbagai oknum yang curang dalam sistem pemerintahan. Begitu juga yang dialami oleh Ibnu Muqlah. Berbagai intrik kecurangan dalam sistem pemerintahan mengakibatkan dia mengalami penindasan yang sangat sadis. Penganiayaan tepatnya.
Ibnu Muqlah pada mulanya bekerja sebagai pemungut pajak pemerintah sekaligus mengatur anggaran pengeluarannya. Hingga keadaan membalik ketika ia mejabat sebagai pejabat bawaan al-Imami al-Muqtadi Billah pada 316H. Ia difitnah oelh musunya dan hartanya disita, sementara ia dibuang ke Persia. Namun pada akhirnya ia malah menjadi pembantu al-Radi, maka musuhnya kembali mencemarkan anama baiknya hingga ia ditangkap lagi dan dicopot dari jabatan kementrian.
Ia mencoba mendekati Ibnu Raiq, perdana menteri di Baghdad, seorang pejabat dibawah khalifah yang naif itu. Namun, khalifah tidak bisa menutup-nutupi rahasianya bahkan membusukkan namanya di hadapan Ibnu Raiq. Maka ditangkaplah Ibnu Muqlah dan dipotong tangannya.
Akhirnya al-Radi pun menyesal atas sikapnya sendiri dan menyuruh para dokter untuk mengobati luka tangannya yang buntung hingga pulih.
Dalam keadaan seperti itu, Ibnu Muqlah menggoreskan pena dengan tangan kanannya. Tradisi menulis dan akademis terus dijalaninya sebagaimana biasa. Namun, Ibnu Raiq sadar akan sikap baiknya, bahwa tindakan welas asihnya itu membuat Ibnu Muqlah dapat menyaingi kekuasaannya kembali, ketika Ibnu Muqlah memohon kepadanya untuk duduk kembali di kementrian.
Kesadisan Ibnu Muqlah kumat lagi, dengan memerintahkan kepada anak buahnya untuk menangkap Ibnu Muqlah, memotong lidahnya, dan memenjarakannya hingga akhir hayat pada tahun 328 H/ 940 M. Ia dikuburkan di rumah sultan.
Mendengar kejadian itu, keluarganay menuntut pada kerajaan agar jenazahnya dikembalikan kepada keluarga, dan permintaan itu dipenuhi.
Segala kepedihan Ibnu Muqlah telah digoreskan dalam tiap-tiap bait syairnya, dengan artinya sebagai berikut:
Pabila setengahnya hapus nyawa,Menagislah sisanya
Sebab satu sama lain,Akrab senantiasa
Bukan ku tlah muak hidup di dunia
Tapi, terlanjur dipercaya sumpah mereka
Maka, cerailah tangan kananku tercinta
Kujual kepada mereka agamaku
Dengan duniaku
Namun, mereka halau aku dari dunia mereka
Setelah mereka gasak agamaku
Kugoreskan kalam sekuat upayaku
Tuk melindungi nafas-nafas mereka
Duhai malangnya… Bukannya mereka melindungiku!
Tiada nikmat dalam hidup ini
Sesudah senjata tangan kananku pergi tiada arti
Duh, hayatku nan malang
Tangan kananku tla hilang
Hilanglah, segala arti tergusur hilang.
Dengan pengorbanan yang besar, Ibnu Muqlah berhasil menggoreskan sejarah tertinggi yang besar nan suci yang tak pernah hilang dari peradaban manusia. Khususnya peradaban tulis-menulis kaligrafi di kalangan kaligrafer dunia. Kita pantas mendoakan beliau sebelum mulai belajar kaligrafi.
Keberhasilan Ibnu Muqlah dalam merumuskan desain kursif kaligrafi murni diakui sangat bagus secara teoritis bahkan praktek, pada masa itu hingga sekarang. Hingga, dalam waktu singkat mampu menggeser popularitas khat Kufi yang telah lama mengakar dalam peradaban masa itu (sebelum 328 H/ 940 M).
Tidak itu saja, demi menjaga kesempurnaan dan elektibilitas karya  kaligrafi, seorang kaligrafer hendaknya memenuhi 4 husnul wadh’i (susunan yang baik) dan 5 kriteria penulisan yang sempurna sebagai dasar penulisan kaidah kaligrafi. Simak tulisan selanjutnyadisini


Kitab Wajib Gores Kaligrafi
Tidak sedikit khattath Indonesia yang enggan mempelajari kaligrafi lebih dalam, mungkin disebabkan kitab referensi yang—mungkin dijadikan pegangan wajib—belum dimilikinya sama sekali. Why? Boleh jadi konsumen Kaligafi Islam tidak selaris konsumen seni rupa yang populer.
Jangan takut! Sekarang, kitab Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam telah hadir memenuhi kebutuhan Anda para pejuang goresan kaligrafi. Seiring dengan minat dan bakat yang terus dikembangtumbuhkan oleh Pendiri Pesantren Kaligrafi al-Quran Lemka (Drs. D. Sirojuddin AR M.Ag)  buku ini diharapkan menjadi referensi utama dalam berkarya.
Sekedar review, buku ini sengaja mengulas hubungan antara guru-murid khattath terdahulu sebagai tradisi intelektualisme Arab dan Melayu Nusantara, sehingga membentuk pohon Silsilah Kaligrafer Muslim(Syajar al-Khaththathin).Dan yang lebih menarik lagi, pola penyajian buku ini disulam dengan berbagai jenis khat populer, deskripsi singkat, beserta profilnya. Tentu lebih menarik bukan?
Pembaca akan dikenalkan dengan khat Naskhi, Sulus, Diwani, Diwani Jaly, Farisi, Kufi, Riq’i, dan ditutup dengan karya lukis kaligrafi kontemporer. Karenanya, patut mendapat apresiasi secara proporsional sebagai sebuah sumbangsih berharga dalam pengembangan seni Islam di Nusantara.
Buku iniManiaGorez,dapat membawa pembacanya seakan-akan berfantasi pada masa kejayaan Islam di Baghdad, kedigjayaan Islam di Andalusia, dan Pelangi Islam di Nusantara. Keindahan kaligrafi Islam didalamnya telah mengukuhkan misi profetik seni Islami. Karena, Seni Islami adalah ekspresi seniman yang sarat dengan nilai-nilai ketuhanan, dengan cara megagungkan kalimat-kalimat ilahiah dalam bentuk huruf sebagai simbol yang hiperbolais dalam sebuah karya seni.
“Namun, karya kreatif ini tak sepenuhnya paripurna”, ungkap Pak D. Sirojuddin penyusunnya. Lebih lanjut beliau berpesan bahwa buku ini mudah-mudahan dapat dinobatkan sebagai ‘kitab suci’ yang dapat memancing kelahiran karya-karya besar lainnya du Nusantara.
Untuk menggambarkan representasi kaligrafer dunia, buku setebal 574 halaman ini masih belum mengakomodir berbagai karya agung yang tersebar di berbagai sudut dunia. Dari ungkapan ini, seakan-akan Ust. D.Sirojuddina AR meminta para kaligrafer muda Nusantara untuk melahirkan karya seni lainnya.
Jadi, tunggu apa lagi. Ayo segera miliki sekarang juga!
Minat Menggores Kaligrafi al-Quran: Educational Psychology Perspective
A. Defenisi Minat
Minat menurut bahasa artinya kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu; gairah; keinginan; dan suka terhadap sesuatu.[1] Dalam Ensiklopedi Umum disebutkan bahwa minat adalah kecenderungan bertingkah laku yang terarah pada objek kegiatan atau pengalaman tertentu.[2] WJS. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia mengartikan minat adalah ungkapan; kesukaan; kecenderungan hati kepada sesuatu.[3] Sedangkan dalam kamus lengkap Indonesia-Inggris, minat disebut dengan term “interest; liking; desire; attention”.
Jika seseorang berminat terhadap sesuatu, maka dikatakan“someone to be interested...; have an interested to...; have a liking ...”. Adapun subjek atau peminat disebut dengan “devoote, amateur, fan, admirer, supporter, daninterested person”. Sedangkan peminatan (dalam tingkat pendidikan tinggi) disebut denganconcentration ataumajority.[4]
Minat secara istilah menurut beberapa pakar psikologi dan pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Menurut Slameto, minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan serta keterikatan pada sesuatu hal atau aktifitas tanpa ada yang menyuruh.[5]
b. Menurut Muhibbin Syah, minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi, atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.[6]
c. Crow & Crow mengatakan minat atauinterest bisa berhubungan dengan daya gerak yang mendorong kita untuk cenderung atau merasa tertarik pada orang, benda, kegiatan, ataupun bisa berupa pengalaman efektif yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.[7]
d. Menurut Doyles Fryer minat adalah gejala psikis yang berkaitan dengan objek atau aktifitas yang menstimulir perasaan senang kepada individu.[8]
e. Sedang Witherington berpendapat bahwa minat adalah kesadaran seseorang pada sesuatu, seseorang, suatu soal atau situasi yang bersangkut paut dengan dirinya. Tanpa kesadaran seseorang pada suatu objek, maka individu tidak akan pernah mempunyai minat terhadap sesuatu.[9]
f. Herbart mengartikan minat sebagai sumber motivasi yang akan mengarahkan seseorang pada apa yang akan mereka lakukan bila diberi kebebasan untuk memilihnya. Bila mereka melihat sesuatu itu mempunyai arti bagi dirinya, maka mereka akan tertarik terhadap sesuatu itu yang pada akhirnya nanti akan menimbulkan kepuasan bagi dirinya.[10]
g. Sedangkan Drever mengartikan minat(interest) ke dalam dua pengertian, baik fungsional maupun struktural. Minat dalam pengertian fungsional menunjukan suatu jenis pengalaman perasaan yang disebut kegunaan(worthwhileness) yang dihubungkan dengan perhatian pada objek atau tindakan. Sedang minat dalam pengertian struktural adalah elemen atau hal dalam sikap individu, baik bawaan ataupun karena perolehan, sehingga seseorang itu cenderung memenuhi perasaanworthwhilenessdalam hubungannya dengan objek-objek atau hal-hal yang berhubungan dengan subjek khusus, atau bidang pengetahuan khusus. Apa yang disebut sebagai“doctrine of interest” dalam pendidikan harus berdasarkan pada minat anak, dan selanjutnya minat baru dikembangkan berdasarkan minat yang sudah ada tersebut.[11]
h. Dalam kamus psikologi, Chaplin menyebutkan bahwainterest atau minat dapat diartikan sebagai:
- Suatu sikap yang berlangsung terus menerus yang memberi pola pada perhatian seseorang sehingga membuat dirinya selektif terhadap objek minatnya.
- Perasaan yang menyatakan bahwa satu aktivitas pekerjaan atau objek itu berharga atau berarti bagi individu.
- Satu keadaan motivasi atau satu set motivasi yang menuntut tingkah laku menuju satu arah tertentu.[12]
i. Dalam“Encyclopedia of Psychology”, minat adalah kecenderungan tingkah laku yang mengarah pada tujuan yang pasti, berupa aktivitas-aktivitas atau pengalaman yang menarik dari tiap individu. Apabila individu atau seseorang menaruh minat terhadap sesuatu, maka itu berarti ia telah menetapkan tujuan sebelumnya.
Dari beberapa defenisi yang dikemukan oleh pakar diatas, tampaknya pengertian minat pada prinsipnya sama, hanya sedikit terdapat perbedaan.
Minat menurut istilah adalah kecenderungan jiwa atau perasaan yang tinggi seseorang atau subjek terhadap suatu objek untuk mengingat dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh. Seseorang yang menaruh minat terhadap suatu objek merasakan adanya kebutuhan penting bagi kehidupannya, dan melakukan usaha-usaha yang teguh tanpa ada paksaan dari orang lain. Untuk mendapatkan objek yang diminatinya, subjek harus mengidentifikasi sejauh mana keuntungan dan kebutuhan yang diinginkan dari objek tersebut, bagaimana cara memenuhi keinginannya, dan disikapi dengan membuat suatu keputusan(making a decition).
B. Defenisi Menulis
Menulis adalah kegiatan motorik untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara (huruf). Menulis lazimnya diatas kertas dengan menggunakan peralatan seperti pena atau sejenisnya. Semakin berkembangnya zaman, defenisi menulis juga semakin luas, tergantung situasi dan kondisi. Zaman Mesir kuno, orang-orang menulis dengan menggunakan peralatan yang tidak secanggih sekarang. Zaman sekarang orang-orang telah mencatat atau mengekspresikan idenya lewat tulisan dengan menggunakan komputer ataunote book, atau media yang relevan dengan kebutuhan.[13]
Minat menulis ayat al-Quran diartikan suatu perasaan suka, gemar, bahkan senang mengeksplorasi, berekspresi, dan mengkreasikan aksara kalimat Ilahi dengan indah, termasuk keselarasan, keseimbangan, kesempurnaan, dan kehalusan tulisan yang mampu menggugah rasa estetika dirinya dan orang yang melihatnya. Semakin senang menulis ayat al-Quran, maka semakin giat kegiatan motorik ini dilakukan, dan semakin tinggi kecintaannya terhadap kaligrafi al-Quran.[14] Bagaimanakah pengaruh diklat seni kaligrafi al-Quran terhadap minat? Untuk penjelasan ini kita harus memahami komponen minat, jenisnya, aspeknya, selanjutnya baru kita dapat memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya.


 
C. Jenis Minat Menulis Kaligrafi al-Quran
Wayan Kuncara dan P.P.N Sumartana dalam buku Evaluasi Pendidikan, mengutip dari Kuder bahwa salah satu jenis minat adalah minat seni,yaitu kecenderungan atau rasa suka terhadap aktifitas apa saja yang berhubungan dengan kesenian, kerajinan, dan kreasi tangan, atau keindahan.[1] Maka, kaligrafi termasuk jenis minat terhadap seni, dan individu atau orang yang menyukai seni dapat kita sebut peminat seni, walau dia seorang penikmat seni.
Ekspresi Kaligrafi dalam Syair
Ekspresi, berasal dari kata expression (Eng), yang secara bahasa berarti  ungkapan, perasaan, penuturan tentang suatu objek. Ekspresionisme adalah gaya seni yang mengutamakan rasa emosi. Ekspresionistik adalah bersifat gaya seni yang mengutamakan rasa seni. Kalau seni yang diungkapkan dengan penuh perasaan, disebut dengan ekspresif.
Dari perspektif psikologi pendidikan, ekspresi atas suatu objek ini hampir mendekati konsep valuing menurut Taksonomi Bloom. Menurut Doughlas a. Bernstein & Peggy W. Nash dalam bukunya Escencial of Psycholgy, (New York: Houghton Mifflin Company, 1999), h. 235, valuing yang dimaksud dalam tulisan sederhana ini dapat diartikan dengan suatu dimensi minat (kecenderungan) terhadap suatu objek. Minat terhadap kaligrafi, baik mempelajarinya, menyukainya, masuk dalam kategori minat secara khusus. Sementara valuing yang dimaksud disini bisa jadi mencakup keyakinan dan falsafah hidup seorang kaligrafer.
Maksudnya, bahwa kaligrafi mampu mendekatkan seorang hamba dengan ajaran ilahiah yang dimanifestasikan melalui senantiasa latihan, yaitu menggoreskan pena diatas kertas agar menghasilkan tulisan indah sebagai wujud emosi seorang khattat yang didukung penuh atas ajaran Islam. Jadi, kaligrafi merupakan salah satu media pendekatan kepada Allah, sedangkan minat boleh jadi motorik emosionalnya.
Uniknya, ekspresi terhadap berseni kaligrafi para khattath terdahulu dituangkan dalam cawan syair-syair yang tiap-tiap baitnya dapat membuat mabuk sang khattath, sehingga terus dan terus latihan terus menerus. Oleh karenanya tidak berlebihan jika penulis katakan kepada ManiaGorez, bahwa kesenangan terhadap kaligrafi merupakan ekstasi tersendiri, jika sehari tidak memasuki dunia kaligrafi, jiwanya seakan merasakan ada suatu yang kurang dan belum terpenuhi. Jiwanya ingin kembali mengecap manisnya kaligrafi walau barang sekejap.
Seheboh itukah?
Hamid Abu al-A’la dalam syairnya yang berjudul Huzn al-Khat Min Asma al-Funun (Kaligrafi Adalah Seni Yang Paling Unggul) dalam kitabnya Nas’at wa Thatawwur al-Kitabat al-Khattiyyah dalam tulisan Fauzi Salim Afifi mengutip dari Makin,  mengekspresikan kaligrafi sebagai suatu keyakinan dan falsafah hidup. Simak bait-baitnya sebagai berikut:
“Aku telah meminum seni dari mata air yang paling manis, dan kaligrafi adalah seni yang tertinggi”
“Eloknya tulisan adalah bersinarnya tiap hati, enaknya badan, dan nikmatnya mata”
“Indahnya tulisan bagi orang-orang fasih bak mahkota bersinar,
karena kecantikannya di atas batok kepala”
“kaligrafi adalah ucapan dimana huruf kaf berbangga,
dimana Allah telah menitahkan dari huruf kaf dan nun”
“Dan telah kuperindah tulisan, supaya bagus para makhluk sepanjang hari ayat-ayat seni”
”Telah kutulis sebuah mushaf mahal dengan khat naskhi yang diukir dengan tangan kanan”
“Hafiz Usman telah mengangkat kaligrafi ini dalam seninya yang menyinari,
laksna mentari pagi hari yang benderang”
“Mukjizat menambahkan keindahan atas malam-malam, tiap waktu dan masa”
“Antusiasku pada khat ketika usiaku 10 tahun, dan menjadi kecenderungan
dan esok menjadi keyakinanku”
“Mata di depannya menjadi bingung,
adakah yang terlihat sekelompok pengendara ataukah penyebar agama?”
“Dengan kaligrafi kehidupan berlalu dengan cepat, maka kaligrafi berada di bagian depan perahu itu”
“Dengan kaligrafi kuarungi lautan ilmu, dengan seni ucapan berpagarkan hiasan nan manis”
“Esok, perbendaharaanku yang amat berharga,
tanganku banyak berhias permata, gedung yang mahal harganya”[3]
Syair diatas seolah-olah menjadikan kaligrafi sebagai kecenderungan jiwa yang tiada habisnya, sebab begitu kuatnya keyakinan itu dilandasi dengan ajaran al-Quran dengan mukjizatnya yang teragung. Hal senada didukung kuat oleh Hamid Abu al-A’la dalam syairnya yang begitu mencintai kaligafi, dan tertanam kuat di jiwanya. Ia berkata:
“Ghirahku pada kaligrafi bagaikan dilukai musuh, dan kan kutebus dengan jiwa dan tangisan”
“Kepayanganku pada kaligrafi seakan-akan daku bagai Kais Laila,
namun bukan pula karena kerasukan jin atau pun sakit ingatan”
“Dan kujaga sepenuh hatiku kesucian kaligrafi, untuk kekuatan dan kesucian yang terjaga”
“Hai orang yang berilmu, sesungguhnya khat adalah seni tersendiri bagai sesuatu yang diikat dalam bui”
“Kapan semuanya sepi darinya, hingga kita dapat melihatnya dengan suasana hati yang asih”
“Ketika engkau menghendaki kesuksesan bagusnya tulisan dan martabat di alam ini, maka berhiaslah”
“Pilihlah tiga hal, berpedomanlah pada tiga hal ini,
karena ketiganya adalah dasar tertentu kilau dan indahnya tulisan”
“Yaitu tulisan, tulisan yang tepat, dan keindahan,
ketiga hal ini bersatu maka mata akan senang memandang”
“Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama, dan kaligrafi yang indah menjadi penolog di hari kiamat”. Inilah ungkapan atau ekspresi emosi Abu al-A’la dalam syairnya sebagai berikut:
“Tulisan tetap indah setelah ditulis, sementara penulis kaligrafi telah terkubur di bumi”
“Sebutan yang baik selalu lalu terngiang setelah mengkreasikannya,
dan abadinya diiringi nama baik sekaligus puji sanjungan”
“Tiada hari dari seorang penulis kecuali akan musnah,
dan sesuatu yang ditulis dengan tangannya akan abadi sepanjang masa”
“Maka janganlah engkau tulis khatmu,
kecuali sesuatu yang menggembirakanmu ketika engkau melihatnya di hari kiamat”
“Maka semua amal Perbuatan manusia akan ditemuinya esok hari,
ketika bertemu dengan tulisan yang digelar”
“Bergembiralah! Karena cukup bagimu, jari-jari itu menulis”
Demikianlah bait-bait syair yang telah diungkapkan seorang khattat yang merindukan kecintaan kaligrafi, dengan keyakinan kuat bahwa mempelajari kaligrafi senantiasa menambah kecintaannya kepada al-Quran atau ajaran Islam. Allah memandang itu sebagai amal ibadah yang dinilai dengan pahala sebagaimana kita membaca al-Quran. Jadi, keyakinan untuk memperindah tulisan ayat-ayat al-Quran merupakan stimulus akhir tahap ketiga yang kuat terhadap minat atau kecintaan pada kaligrafi al-Quran.


PERANG BISA DAMAI GARA-GARA GORESAN KALIGRAFI?
IS THAT RIGHT? Anda pasti pernah mendengar, atau bahkan telah nonton film Asia bergenre kolosal plus action. Kalau belum pernah menikmati film ini... bukannya anda ketinggalan zaman, hanya saja tidak perduli sama yang namanya seni. Eits... jangan tersinggung dulu loh, penulis hanya bercanda kok.
Sekedar review, film itu berjudul “HERO”, yang mengisahkan seorang pemuda yang tak bernama (nameless) dari suatu desa terpencil di kerajaan kecil yang jauh (penulis sok hiperbola…), yang dijajah oleh kerajaan besar nan kuat dan dipimpin oleh seorang raja lalim, Raja Qin.
Pemuda tersebut datang menemui sang raja lalim untuk membalas dendam, karena keputusan raja telah membumihanguskan wilayahnya, bahkan membunuh keluarganya. Keputusan ini diambil dan dilakukan dengan mempertimbangkan segala konsekwensi, apakah Raja Qin yang mati, atau sang pahlawan yang akan mati sia-sia menghantarkan nyawanya walau teknik beladiri dan strategi direncanakan dengan matang.
  This is the best way to write hero in Chinese and Japanese - especially for calligraphy. This is also the name of the Chinese movie titled Hero starring Jet Li. The first character means brave (it can also mean British or English, but not in this case). The second character means heroic, but also suggests a male person.
Japanese dictionary also defines this as "a great man".
Plot yang digunakan dalam film ini adalah alur mundur (flashback). Sebab, dari awal film sang raja berdialog (tanya-jawab) dengan sang pahlawan, guna mencari keterangan apa maksud dan tujuannya untuk membantu raja dalam membunuh pemberontak yang ganas dan lihai dalam bermain pedang. Sang pahlawan bercerita kepada raja dengan berbohong, menggunakan imajinasinya agar tujuan untuk membunuh raja tersalurkan, dengan syarat mencari kelemahan raja walau dengan sedikit sanjungan.
Tampaknya... terlalu mubazzir ya kalau diceritakan semua. Mohon maaf loh. Yang jelas, kesimpulannya sang raja hampir terbunuh. Sementara itu, sang pahlawan yang terbunuh. Namun, kematian itu tidak sia-sia. Kenapa ya?...
Sang pahlawan telah membunuh kelaliman sang raja, menyadarkan raja bahwa apa yang telah dilakukannya selama ini telah banyak menyengasarakan rakyat. Akhirnya sang raja tersungkur, menangis, merasa malu atas perbuatannya.
Walau konspirasi sang pahlawan dinilai membahayakan nyawa kaisar, menghancurkan sistem pemerintahan atau bahkan melakukan kudeta, perbuatan itu dimaafkan sang kaisar, bahkan berterimakasih kepada sang pahlawan. Namun, yang namanya konspirasi tetap melanggar undang-undang, sebagai konsekwensinya ia dihukum mati...
Tahu gak, bagaimana cara mengeksekusinya? Dipanah oleh ratusan prajurit kerajaan sebelum ia berhasil menyentuh gerbang kerajaan untuk keluar. Sungguh ironis memang, namun itulah perjuangan seorang patriot. 
Terus... raja yang lalim telah menjadi alim. Untuk itu, Kaisar Qin menetapkan pemuda itu sebagai pahlawan (HERO) bagi rakyat Cina dari masa itu hingga selanjutnya. Sejak saat itu, mulailah terbentuk dinasti pertama di Chna, yang dinamai dengan dinasti Qin.
Dinasti ini ditandai dengan pembangunan tembok raksasa Cina dengan tujuan menyatukan beberapa kerajaan kecil dan menyejahterakan rakyat Cina keseluruhan dengan adil dan merata. Tamatlah riwayat sang pahlawan, tetapi namanya terukir sepanjang masa dalam sejarah Cina.
Film diatas merupakan true history, yang diangkat ke layar lebar tanpa meninggalkan substansi pesan yang luhur, dan hikmah yang mendalam.
Yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa kaisar yang demikian lalimnya menyadari dosa-dosanya? Apakah diancam? Atau dia merasa malu bahwa ada orang biasa yang bukan siapa-siapa mampu menandingi kemahiran kaisar bermain pedang, atau kaisar merasa dipermainkan?
Mmm...coba anda menghela nafas, dan teguklah sedikit kopi anda.
Ternyata, sang pahlawan membawa pesan berupa gulungan kertas yang besar bertuliskan kaligrafi china seperti ini; 天下 (tiān xià).
Secara literal, kata diatas berarti "under heaven" atau "under the firmament", dan dalam frasa bahasa Cina kuno berarti "The World", sebagai simbolis dengan frasa “Our Land”. Jika diterjemahkan, penulis mengasumsikan frasa itu dengan The Nation of China. Maksudnya, Cina memiliki wilayah yang cukup besar dan luas, dianugerahi tanah yang cukup subur dan makmur, harta melimpah, dan kemajuan peradaban yang cukup kuat. Jadi, sang pahlawan hanya menyadarkan raja bahwa tanpa peperangan sebenarnya bisa menunjukkan suatu negara yang adikuasa, inilah yang disebut dengan "peace under heaven" dari kandungan pesan kaligrafi itu.
Cukup menarik dibahas, bahwa senjata yang ampuh untuk mendamaikan dunia ternyata lewat kaligrafi. Ketika sedang menikmati film tersebut, penulis mengasumsikan bahwa sabetan pedang tidak akan mampu mendamaikan perseteruan, tetapi sabetan kuas atau kalam kaligrafi sangat ampuh sebagai alat perdamaian. Tampaknya, peradaban Cina Kuno pada waktu itu sangat maju. Hal ini dilihat dari adanya suatu lembaga pendidikan kaligrafi Cina terbesar di suatu daerah, dan kaligrafi sebagai jurus bela diri dan pedang. “Ilmu bela diri sebenarnya, bukan pada pedang, melainkan kaligrafi itu sendiri” ujar sang master kaligrafi.
Coba kita renungkan sejenak, bahwa pesan luhur itu tampak sangat sakral sekali. Apakah kaligrafi Islam seperti itu juga?.....
Mmm... untuk yang satu ini, mungkin ada sekuel tulisannya. Sebab, membutuhkan ideologi dan argumen yang cukup serius agar dipandang sebagai tulisan ilmiah.
Yang jelas, kaligrafi adalah alat perdamaian, senjata alat peperangan. Dengan menghujamkan pesan kaligrafi ke jantung kehancuran, inilah yang disebut “Art of War”.

Pesanan (harga)

RINCIAN PENGERJAAN KALIGRAFI

Jenis Penulisan : Kaligrafi Dekorasi (berwarna)
Ukuran : 60 cm x 100 cm
Bahan : 1. Cat Mowilex Acrilic (Rp. 400.000,-/meter)
2. Cat Paragon + Mowilex Acrilic (Rp. 300.000,-/meter)
3. Cat Paragon + Mowilex (Rp. 200.000,-/meter)

Jenis Penulisan : Kaligrafi Dekorasi Timbul (berwarna)
Ukuran : 60 cm x 100 cm
Bahan : Semen / tekstur / mika / kaca patri / kaca cermin / kuningan / stainlesstel (Rp 600.000 / meter)

Jenis Penulisan : Dekorasi pada Kubah Mesjid (berwarana)
Ukuran : Tergantung ukuran kubah
Bahan : Cat / huruf timbul (Semen / tekstur / mika / kaca patri / kaca cermin / kuningan / stainlesstel) (biaya Tergantung ukuran kubah dan kerumitan ornamen)
Sistem : Borongan

Jenis Penulisan : Hiasan Mushaf (berwarna)
Ukuran : 100 cm x 150 cm
Bahan : 1. Tembok / Tripleks / kertas + Cat Mowilex Acrilic (Rp. 1.000.000,-)
2. Tembok / Tripleks / kertas + Cat Paragon + Mowilex Acrilic (Rp. 750.000,-)
3. Tembok / Tripleks / kertas + Cat Paragon + Mowilex (Rp. 500.000,-)


Jenis Penulisan : Hiasan Dekorasi
Ukuran : 100 cm x 150 cm
Bahan : 1. Tripleks + Cat Mowilex Acrilic (Rp. 1.500.000,-)
2. Tripleks + Cat Paragon + Mowilex Acrilic (Rp. 1.000.000,-)
3. Tripleks + Cat Paragon + Mowilex (Rp. 750.000,-)

Jenis Penulisan : Wos (lukisan keramik)
Ukuran : ( 1 x 1 ) meter
Bahan : Cat Paragon + Mowilex Acrilic (Rp. 250.000,-/ meter)
Media : Pada dinding dan tiang


Jenis Penulisan : Kaligrafi Kontemporer (berwarna)
Ukuran : ( 1 x 1 ) meter
Bahan : 1. Kanvas + Cat (Lukis) (Rp. 1.000.000,-)
2. Tripleks – tekstur timbul + Cat (Lukis) (Rp. 750.000,-)
3. Tripleks + Cat (Lukis) (Rp. 500.000,-)
4. Steorow Foom + Cat (Lukis) (Rp. 250.000,-)

profil


Agus Prasetyo, kelahiran 16 Agustus 1983, di Desa Tunggoro-Kec. Sigaluh-Kab. Banjarnegara-Jawa Tengah. Disela-sela mengajar di : - SMA Takhassus Al-Qur’an Kalibeber-Wonosobo (Mapel Pendidikan Seni Kaligrafi)
- Ekstrakurikuler BTQ dan Kaligrafi di MI,SD,SMP,MTs,SMA,MA di Wonosobo dan sekitarnya
- Prifat dan pelatihan Kaligrafi di Sanggar Seni dan Kaligrafi (Creative Gallery) di Banjarnegara
Agus juga tidak pernah berhenti untuk menulis, melukis dan membuat dekorasi dalam berbagai media dan acara untuk senantiasa mengolah bakat seninya.
Sholawat adalah salah satu jenis seni hobinya yang tidak jarang dilantunkannya. Niat, ikhlas dan bersungguh-sungguh adalah senjata yang ampuh untuk senantiasa menemani dalam mengamalkan ilmunya, Agus sempat mendirikan Sanggar Seni dan Kaligrafi yang diberi nama “Creative Gallery” di Kalibeber-Wonosobo (2006 – 2008) kemudian Gallery tersebut sekarang berpidah tempat di Tunggoro-Sigaluh-Banjarnegara, ini menjadi sebuah kendaraan dan wadah untuk perjuangannya mengembangkan dan membina Anak didik Pemula dan Kaligrafer-Kaligrafer Wonosobo-Banjarnegara dan sekitarnya.
Cinta seni semenjak kecil adalah motivasi terbesar yang dimilikinya, selain berawal dari pembelajaran otodidak, pengetahuan Kaligrafinya juga diperoleh selama belajar di Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) Jawa Tengah di Wonosobo (2002 – 2006) Kepada Ustadz H. Hayatuddin, seorang penulis Al-Qur’an Akbar (Al-Qur’an Raksasa/terbesar di dunia).
Selain itu, Agus juga tidak jarang mengikuti pelatihan-pelatihan Kaligrafi dan dewan hakim di tingkat Jawa-Tengah, sekaligus menimba ilmu dari Ustadz M. Noor Aufa Shiddiq dan Ustadz Muhammad Assiry Jasiri (Kudus–Jawa Tengah). Banyak sahabat yang tidak kalah berpengaruh untuk menjadi sumber inspirasinya dalam berkarya, yaitu para alumni Pesantren Kaligrafi LEMKA–Sukabumi–Jawa Barat, untuk saling berbagi pengalaman dalam bidang Seni Kaligrafi.
Selain ratusan karya Kaligrafi yang sudah dibuatnya, Agus juga sering mendekor masjid, melukis kubah, membuat relief, serta sudah banyak mengantarkan anak didik-nya untuk mendapatkan juara lomba Seni Kaligrafi dari tingkat kecamatan sampai Propinsi, bahkan tingkat Nasional.
Buku-buku karangan beliau antara lain :

 Melukis dan mewarnai kaligrafi, Pengenalan Seni Kaligrafi Islami, untuk anak-anak (2007)
 Design, Relief dan Ornament (2008)
 Menulis menggunakan dua pensil, Kaidah Khath Naskhi (2009)
 Menulis menggunakan Pena Khath, Kaidah Khath Naskhi, (2009)
 Mengenal jenis Khath (Naskhi, Riq’ah, Tsuluts) Jilid 1 (2009)
 Mengenal jenis Khath, (diwani, Farisi, Kufi, Diwani Jali) Jilid 2 (2009)
 Musabaqah Khath Al-Qur’an (2009)
 Kaligrafi dari berbagai media (2009)